Rabu, 03 Oktober 2007

RIWAYAT SINGKAT JEY TSONGKHAPA

Naskah ini disusun sebagai upaya untuk memberikan gambaran sangat singkat tentang seorang Guru Agung, pendiri tradisi Gelug. Jey Tsongkhapa merupakan salah seorang guru besar dari Tibet yang sangat terkenal, bukan saja karena kepandaiannya, tetapi juga karena praktik Dharmanya yang sempurna. Sumber utama penulisan naskah ini adalah buku berjudul THE LIFE AND TEACHINGS OF TSONGKHAPA yang diterbitkan oleh Library of Tibetan Works and Archieves. Tulisan ini hanyalah memuat sebagian kecil dari riwayat hidup beliau yang sangat mengagumkan ini. Naskah ini disusun oleh Tim Naskah Kadam Choe Ling Bandung pada Juli 2001.

Je Tsongkhapa, yang juga dikenal dengan sebutan Jey Rinpoche, dilahirkan di daerah Tsongkha provinsi Amdo, sebelah timur Tibet pada tahun 1357. Saat usia 3 tahun, beliau menerima pentahbisan upasaka secara penuh (full fledged lay ordination) dari Karmapa ke 4, Rolpey Dorjey (1340-1383), dan diberikan nama Kunga Nyingpo. Pada usia 7 tahun, beliau menerima sumpah Samanera (ditahbiskan menjadi Samanera) dari gurunya Chojey Dhondrup Rinchen, dan diberikan nama Lobsang Drakpa. Bahkan pada usia yang masih sangat mudah ini, beliau telah menerima banyak ajaran dan inisiasi seperti inisiasi Heruka, Yamantaka, dan Hevajra, dan dapat melafalkan teks seperti Ekspresi dari Nama Manjushri (Expression of the Names of Manjushri) tanpa melihat teks tersebut (Beliau hafal seluruh isi teks tersebut). Dikatakan bahwa beliau sangat menjaga kemurnian sila beliau, lebih daripada mata atau tubuh beliau sendiri.

Je Tsongkhapa mengembara sampai jauh demi mencari pengetahuan dan belajar dengan para guru dari berbagai tradisi yang ada, dimulai dengan Chennga Chokyi Gyelpo, seorang Lama dari Vihara Drikung Kargyu. Dari beliau, Jey Rinpoche menerima ajaran dengan topik antara lain pikiran pencerahan (Bodhicitta) dan Segel Agung (The Great Seal / Mahamudra). Beliau diajarkan risalah (rangkuman) pengobatan oleh Konchok Kyab di Drikung.

Setelah itu beliau pergi ke Vihara Chodra Chenpo Dewachen di Nyetang. Di sana beliau belajar dengan Tashi Sengi dan Densapa Gekong. Kemudian beliau belajar lebih lanjut dengan Yonten Gyatso. Yonten Gyatso mengajari beliau cara membaca risalah-risalah agung dan membantu beliau belajar Ornamen untuk Realisasi yang jelas (The Ornaments for Clear Realisation). Dalam 18 hari beliau telah mampu menghafal dan menyerap baik teks akar maupun komentarnya, dan dengan segera menguasai semua karya Buddha Maitreya. Kemudian beliau memperoleh pemahaman yang lengkap atas Kesempurnaan Kebijaksanaan (Perfection of Wisdom) secara cepat dan dengan sedikit usaha. Beliau dikagumi oleh gurunya maupun para sahabatnya karena keunggulannya dalam berdebat serta pengeta-huannya itu. Pada usia 19 tahun, setelah 2 tahun mempelajari Kesempurnaan Kebijaksanaan, beliau terkenal sebagai seorang cendekiawan besar. Kemudian beliau pergi mengunjungi Nyapon Kunga Pel di Tzechen untuk memohon instruksi atas Kesempurnaan Kebijaksanaan dari beliau. Tetapi karena kondisi kesehatan beliau, Nyapon Kunga Pel menganjurkan Tsongkhapa untuk belajar dengan siswanya, Rendawa. Tsongkhapa sangat menghormati Rendawa karena metode pengajaran beliau atas Harta Karun Pengetahuan (Treasury of Knowledge) berserta komentar langsungnya. Guru ini mempunyai kualitas yang luar biasa. Di kemudian hari, Tsongkhapa menganggap Rendawa sebagai guru utamanya. Tsongkhapa juga menerima ajaran tentang filosofi Jalan Tengah (Madhyamika) dari Rendawa. Tsongkhapa menyusun sebuah ayat sebagai penghormatan kepada Rendawa dan kemudian sering melafalkan ayat ini.
Manjushri, Raja Maha Tahu yang tak bernoda
Avalokitesvara, Yang mempunyai cinta kasih murni yang luar biasa
Oh Rendawa Zhonnu Lodro, mahkota permata dari para orang suci Tibetan
Di kakimu, saya memohon
Berikan perlindungan kepadaku, sang pencari kebebasan.

Kemudian Rendawa membalas bahwa syair lebih cocok diperuntukkan bagi Tsongkhapa dan kemudian mengadaptasi ayat tersebut sebagai berikut :
Avalokitesvara, yang mempunyai cinta kasih murni yang luar biasa.
Manjushri, Raja pengetahuan tak bernoda.
Vajrapani, penghancur semua kekuatan jahat
Oh Jey Tsongkhapa, Losang Drakpa,
Mahkota permata para orang suci Tanah Bersalju
Dengan rendah hati aku memohon berkatmu.
Ayat inilah yang kemudian dikenal dengan mantra Tsongkhapa (Migsetma)

Beliau juga belajar disiplin keviharaan (Vinaya), fenomenologi (ilmu tentang perkembangan kesadaran dan pengenalan diri manusia sebagai ilmu yang mendahului filsafat atau bagian dari filsafat), Pengertian Benar (Valid Conigtion), Jalan Tengah (Middle Way), dan Guhyasamaja dengan para lama seperti Kazhipa Losel dan Rendawa. Beliau juga menerima transmisi Enam Doktrin Naropa, Kalachakra, Mahamudra, Jalan dan Buahnya (The Path and Its Fruit), Chakrasamvara, dan masih banyak lain. Selain itu, beliau juga mentransmisi-kan semua ini kepada siswa-siswanya.

Tsongkhapa belajar kepada lebih dari seratus guru, berlatih secara mendalam dan mengajar kepada ribuan siswanya, terutama di daerah tengah dan timur dari negara Tibet. Beliau juga banyak menulis (teks-teks Dharma). Kumpulan karya beliau, terdiri dari 18 bab, memuat ratusan judul yang berhubungan dengan seluruh aspek dari ajaran Buddha dan mengklarifikasi (memperjelas) beberapa topik yang paling sulit dari ajaran Sutrayana dan Mantrayana.

Beberapa karya beliau yang utama adalah Penjelasan Agung tentang Tahapan Jalan. (The Great Exposition of the Stages of the Path / Lam-rim Chen-mo), Penjelasan Agung tentang Tantra (The Great Exposition of Tantras (sNgag-rim Chenmo), Esensi Keagungan Ajaran yang Interpretif dan Definitif (The Essence of Eloquence on the Interpretive and Definitive Teachings / Drnng-nges legsbshad snying-po), Pujian Relativitas (The Praise of Relativity / rTen-‘brel bstodpa), Penjelasan yang terperinci tentang Lima Tahapan Guhyasamaja (The Clear Exposition of the Five Stages of Guhyasamaja / gSang-‘dus rim-lnga gsaal-sgron), serta Tasbih Emas (The Golden Rosary / gSer-phreng).

Di antara para siswa utamanya, Gyeltsab Dharma Rinchen (1364- 1432), Khedrub Geleg Pelsang (1385-1438), Gyalwa Gendun Drup (1391-1474), Jamyang Chojey Tashi Pelden (1379-1449), Jamchen Chojey Shakya Yeshe, Jey Sherab Sengey, dan Kunga Dhondup (1354-1438) adalah beberapa siswa beliau yang lebih penting.

Selain belajar dan mengajar, beliau juga melakukan retret meditasi yang mendalam. Yang terlama, di Wolkha Cholung, selama 4 tahun. Beliau ditemani oleh 8 siswa terdekatnya. Beliau terkenal karena telah melakukan berjuta-juta namaskara, per-sembahan mandala, dan berbagai cara praktek purifikasi.

Tsongkhapa sering mendapat penglihatan atas deitis meditasi, khususnya Manjushri. Dengan Manjushri, beliau dapat berkomunikasi untuk menjawab berbagai pertanyaannya tentang aspek yang mendalam dari berbagai ajaran.

Tsongkhapa wafat pada usia 60 pada tanggal 25 bulan ke 10, penanggalan Tibetan, tahun masehi 1419. Sebenarnya masih banyak hal yang dapat ditulis mengenai riwayat hidup beliau ini. Dari kisah hidup beliau yang agung ini, banyak hal yang dapat kita pelajari dan kita renungkan. Usaha beliau yang tak kenal lelah dalam mempelajari dan mempraktikkan Dharma adalah sebuah contoh yang sangat sempurna bagi kita semua.

Untuk penjelasan yang lebih lengkap dan mendetail, anda dapat membaca buku berjudul LIFE & TEACHINGS OF TSONGKHAPA, yang diterjemahkan dari bahasa Tibet ke bahasa Ingggris oleh Sherpa Tulku cs, dan diedit oleh Robert A. F Thurman, diterbitkan oleh Library of Tibetan Works & Archieves. Buku ini tersedia di perpustakaan Kadam Choe Ling Bandung.

Dedikasi :
Semoga sejarah dan teladan yang diberikan oleh sang Guru Agung, pendiri tradisi Gelug ini, memberikan inspirasi bagi mereka yang membacanya, untuk mau mempraktikkan Dharma agung dari Buddha Sakyamuni ini. Semoga dengan kebajikan yang diperoleh dari menyusun, membaca, dan menyebarluaskan tulisan ini dapat memberikan kita kebahagiaan dan menyebabkan kita terhindari drai segala kesulitan. Semoga kita dapat segera mencapai pencerahan sempurna demi kebahagiaan semua makhluk

Dharma Manggala, Buletin Maya Indonesia.

Tidak ada komentar: