Jumat, 27 Juli 2007

Ikan Hiu dan Lumba-Lumba

Ikan Hiu
Seperti yang kita tahu, ikan hiu berenang dan mencari mangsa bersama-sama. Namun salah satu dari mereka akan mengalami nasib sial, perutnya terluka karena terbentur batu karang dan mengeluarkan darah. Ikan Hiu yang lain akan memangsanya sebagai makanan mereka.

Lumba – lumba
Seperti ikan hiu, lumba – lumba berenang dan mencari mangsa bersama-sama. Namun tidak seperti ikan hiu, lumba – lumba sangat pintar, penyayang, dan menyenangkan yang melindungi temannya yang terluka.

Dalam contoh budaya korporat perusahaan, ada budaya ikan hiu dan lumba – lumba. Dalam Budaya Ikan Hiu, manajemen puncak mendukung semua eksekutifnya untuk berkompetisi secara tajam, tidak hanya dengan kompetitor (pesaing) eksternal namun dengan kalangan internal mereka sendiri. Termasuk jika seseorang ingin mendaki tangga perusahaan, ia tidak hanya harus membuat koleganya terlihat bodoh, namun harus berani menggeser supervisor terdekatnya yang membuka peluang.

Saya tidak menyuruh Anda mengakui budaya hiu itu buruk, karena tiap-tiap korporat mempunyai jenis budaya sendiri. Ketika budaya tertentu menolak orang tertentu, ia belum berhasil menarik orang lain. Pada umumnya, budaya ikan hiu itu menarik anak muda, yang umumnya menganut pemikiran bertahan menjadi yang terbaik, dan tidak ragu lagi membersihkan organisasi dari orang yang tidak cocok dalam keyakinannya, mereka tidak pantas mendapatkan posisi tertentu. Memang, banyak perusahaan yang mendukung kompetisi yang kuat dimana tekanan diberikan eksekutif untuk menunjukkan perbaikan yang terus-menerus dalam pembagian pasar, dan eksekutif biasanya mendapatkan pekerjaan baru. Perusahaan – perusahaan itu percaya bahwa budaya tersebut memiliki efek menyaring eksekutif dengan nilai dan sikap kompetitif yang diperlukan agar perusahaan mereka menjadi no.1. Akibatnya, eksekutif perusahaan – perusahaan tersebut, kerap kerja lembur, dan terlibat dalam manuver politik hanya untuk menjaga pekerjaan mereka tidak dikelola orang lain.

Dalam budaya lumba – lumba, komitmen tim yang kuat diperlukan. Perusahaan harus menunjukkan mereka memiliki nasib yang sama dengan karyawan dan kemungkinan terus bekerja pada saat yang krisis. Contohnya : Kebijakan Bill Hwelaat dan Dave Packard yang tidak akan merekrut dan menghancurkan perusahaan. Kebijakan ini diuji berkali – kali pada tahun 1970 – an, ketika kemunduran dalam usaha memaksa perusahaan mengadopsi kebijakan dua mingguan sembilan hari dengan jalan staf mendapatkan potongan 10% gaji untuk waktu kerja yang berkurang 10% ketika perusahaan lainnya berhenti sementara.


(dikutip dari hal 49-50, Penerapan THE ART OF WAR SUN TZU dalam Strategi Politik, Angelica Low, 2003)

Tidak ada komentar: