Senin, 08 Juni 2015

tentang tanda tangan

1. Huruf tidak terbaca = pikiran cepat, ketangkasan mental
2. Huruf terbaca jelas = terbuka dan mudah bergaul
3. Mudah untuk membaca nama pertama, tapi sulit membaca nama belakang = menempatkan pentingnya prestasi pribadi dan mudah didekati
4. Tidak menggunakan garis bawah = membiarkan prestasinya yang berbicara
5. Menggunakan garis bawah = cenderung fokus dengan kepentingan diri sendiri
6. Menutup dengan kibasan atau baris di akhir = terarah dan punya tekad, selalu proaktif
7. Garis tajam = tidak sabaran dan agresif
8. Miring ke atas = punya rasa ambisi, cenderung melihat masa depan (semakin miring, semakin ambisius)
9. Miring ke bawah = pesimis, berhati-hati saat bertemu orang lain, agak takut pada risiko
10. Naik hanya menjelang akhir tanda tangan = punya rasa optimis
11. Miring ke arah kanan = berkepribadian ramah
12. Tidak miring sama sekali = pribadi seimbang
13. Hanya menggunakan inisial = suka yang bersifat privasi
14. Tidak ada titik di huruf 'i' = enggan memikirkan detail kecil, tipe figur orang besar
15. Terbuka pada huruf 'o' atau 'a' = besifat kolaboratif, berhasrat berbagi ide yang dimiliki
16. Besar dan memenuhi surat = ekstrovert dan percaya diri
17. Bergaya = kreatif, suka membuat pernyataan
18. Menggunakan huruf kapital = penuh keyakinan dalam diri, bisa jadi sombong
19. Menggunakan nama panggilan = mandiri, percaya diri dengan kemampuan pribadi
20. Menuliskan dengan (kesan) terburu-buru = orang yang sibuk tapi cerdas

Beban

Dua biksu kembali pulang ke biara pada sore hari. Hujan turun dan ada genangan air di sisi jalan. Di satu tempat seorang gadis cantik berdiri tak dapat berjalan di seberang karena ada genangan air.
Biksu yang tua pergi dan menggendong gadis itu menyeberangi jalan, lalu melanjutkan perjalanannya.
Pada malam harinya biksu yang muda bertanya pada biksu yang tua, “Pak, sebagai biksu kita kan tidak boleh menyentuh wanita?”
Biksu yang tua menjawab, “Ya, saudaraku.”
“Lalu mengapa Anda menggendong wanta tadi di jalan?”
Biksu yang tua itu berkata, “Aku meninggalkannya di sisi lain jalan tadi, tapi kau masih menggendongnya.”

Sisi Seberang

Suatu hari seorang Buddhis dalam perjalanannya datang ke tepi sungai yang lebar. Menatap putus asa pada rintangan besar di hadapannya, dia berpikir berjam-jam bagaimana menyeberangi sungai itu.
Ketika dia hampir menyerah, dia melihat seorang guru besar di sisi seberang sungai. Buddhis muda itu berteriak pada sang guru, “Hai orang bijak, dapatkah kau memberitahuku bagaimana agar aku bisa sampai di seberang sungai ini?”
Guru itu berpikir sejenak lalu berteriak balik, “Anakku, kau sudah ada di seberang.”
Cara pandang kita bisa jadi berbeda dengan orang lain terhadap satu masalah yang sama. Bagi kita mungkin orang lain lebih beruntung, namun bisa saja bagi orang lain kitalah yang lebih beruntung dalam hal lain.

Shurlekkha, slokha 30 - 33, oleh Guru Nagarjuna

भवद्भिर्ब्राह्मणभिक्षुदेवातिथिमातापितृकुलमहिषीभ्यः।
पापं नाचरणियं यतः कतमोऽपि न नरकफलस्य भागी॥३०॥
bhavadbhirbrāhmaṇabhikṣudevātithimātāpitṛkulamahiṣībhyaḥ|
pāpaṁ nācaraṇiyaṁ yataḥ katamo'pi na narakaphalasya bhāgī||30||
Jangan lakukan ketidakbajikan, meski itu demi brahmana,
Bhiksu, dewa ataupun tamu, ayah atau ibu,
Anak, istri ataupun pengikut.
Mereka sedikitpun tak akan berbagi akibatnya.

न च कृन्तति पापकर्म तत्क्षणमस्त्रपातवत् कमपि पापिनम्।
मृत्योर्हि समये किन्तु तत्कर्मणः फलमभिमुखीभवत्येव॥३१॥
na ca kṛntati pāpakarma tatkṣaṇamastrapātavat kamapi pāpinam|
mṛtyorhi samaye kintu tatkarmaṇaḥ phalamabhimukhībhavatyeva||31||
Meski perbuatan karma buruk
Tak akan langsung melukai seperti sebilah pedang,
Akibat dari karma buruk akan terlihat
Berwujud ketika saat kematian datang.

सप्तधनान्युक्तानि श्रद्धाशीलत्यागामलश्रुतधियः।
अपत्रपा ह्री मुनिना मुधैवापरधनानि हि साधारणानि॥३२॥
saptadhanānyuktāni śraddhāśīlatyāgāmalaśrutadhiyaḥ|
apatrapā hrī muninā mudhaivāparadhanāni hi sādhāraṇāni||32||
Sang Muni (Buddha) menyatakan tentang tujuh harta: keyakinan, sila,
Kemurahan hati, belajar (dharma), demikian pula rasa malu,
Kesederhanaan, kebijaksanaan.
Anggap kekayaan lain sebagai biasa dan tanpa guna.

द्यूतक्रीडा कौतुकदर्शनालस्यकुमित्रसङ्गमदिराश्च।
निशाविहरणं षडिमे त्याज्या दुर्गतिदा यशोविनाशकाश्च॥३३॥
dyūtakrīḍā kautukadarśanālasyakumitrasaṅgamadirāśca|
niśāviharaṇaṁ ṣaḍime tyājyā durgatidā yaśovināśakāśca||33||
Berjudi, ikut pesta pora, kemalasan dan
Teman yang jahat, minuman keras serta keluyuran di malam hari, Menuntun pada keadaan yang rendah dan lenyapnya nama baik. Tinggalkan keenam kegiatan tersebut.
Dikutip dari Shurlekkha, slokha 30 - 33, oleh Guru Nagarjuna