Selasa, 27 April 2010

Sebuah doa pada Lama Choepa

“Ketika dunia beserta seluruh isinya berbalik melawan diriku
Sebagai akibat dari karma burukku sendiri
Mohon berkahilah diriku untuk melihat itu semua sebagai
Akibat dari karma burukku sendiri.

Ketika semua bentuk penderitaan jatuh menimpa diriku
Laksana hujan yang turun membasahiku
Mohon berkahilah diriku untuk melihat itu semua sebagai
Akibat dari karma burukku sendiri.

Dengan demikian aku bisa mengubah segala
Kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan
Menjadi sesuatu yang bermanfaat
Pada jalan spiritual.”

Jumat, 02 April 2010

SEBUAH PUJIAN ATAS DUA BELAS AKTIVITAS TELADAN DARI SANG BUDDHA

Hormat kepada-Mu, Raja Sakya,
yang memiliki tubuh yang bercahaya
Seperti gunung emas, yang mana,
melalui welas asih dan daya upaya yang mahir,
lahir di dalam suku Sakya
dan menghancurkan pasukan Mara
yang tidak dapat ditaklukkan makhluk lain

Hormat kepada-Mu yang pertama-tama membangkitkan
suatu tekad untuk mencapai pencerahan,
Dan kemudian menyempurnakan penghimpunan kebajikan dan
Kebijaksanaan transedental untuk menjadi pelindung
Bagi para makhluk melalui ajaran-Mu yang begitu luas dalam masa ini

Hormat kepada-Mu, yang sebagai pemimpin para dewa,
mengetahui bahwa saatnya
Telah tiba untuk membawa Dharma
kepada para makhluk, turun
Dari Surga Tushita, Engkau telah melihat
sebuah suku yang mana kelak
Engkau akan dilahirkan, seperti seekor Gajah Agung,
yang memasuki rahim Ratu Mahamaya

Hormat kepada-Mu, keturunan dari suku Sakya,
Yang terlahir di Taman Lumbini sepuluh bulan penuh
kemudian Brahma dan Sakra datang memberi hormat dan
Para makhluk agung memproklamirkan dengan pasti bahwa
Engkau adalah ras dari Makhluk Agung

Hormat kepada-Mu,
Yang Tak Dapat Dibandingkan, yang mana,
Seperti seekor singa muda yang perkasa di antara para pemuda,
Menunjukkan keajaiban Anga-maga-dhara dan
Menghancurkan keangkuhan orang-orang yang sombong.

Hormat kepada-Mu, yang melalui berbagai upaya yang mahir,
Menopang sebuah kerajaan dan memiliki pasukan dan
Ratu sesuai dengan adat istiadat duniawi dan
Menolong mereka untuk terbebas dari segala kesalahan

Hormat kepada-Mu, yang memahami bahwa
masalah duniawi adalah tidak bermakna,
Melepaskan kehidupan sebagai perumah-tangga dan
Pergi untuk menempuh tahapan renunsiasi
Di setiap Stupa yang tak ternoda

Hormat kepada-Mu yang menjalani pertapaan
Selama enam tahun di sisi sungai Nairanjana,
Dengan giat bercita-cita untuk mencapai pencerahan dan
Sempurna dalam usaha, mencapai tahapan tertinggi dalam meditasi

Hormat kepada-Mu, yang mana, untuk menunjukkan
keberhasilan usaha-Mu yang telah dilakukan
sejak waktu yang tak bermula,
Duduk di bawah Pohon Bodhi di Magadha, dan
Merealisasikan Pencerahan Sempurna

Hormat kepada-Mu yang dengan cepat
memandang ke para makhluk
Dengan welas asih dan, di Varanasi,
dan tempat-tempat suci lainnya
Memutar Roda Dharma untuk menolong mereka juga
(menuju pembebasan dengan bertumpu pada) Tiga Kendaraan

Hormat kepada-Mu, Sang Bijaksana pemenang dalam pertempuran spiritual,
Yang menghancurkan setan-setan di daratan Khormo Jik dan
Mengakhiri pertengkaran yang keliru dengan
Devadatta, Keenam petapa heretical dan lainnya

Hormat kepada-Mu, yang kebajikannya
tak tertandingi di ketiga dunia,
Memanifestasikan Keajaiban Agung di Shravasti dan
Menyebabkan Sang Doktrin menjadi jauh lebih
dihormati oleh para Dewa,
Manusia dan para makhluk lainnya

Hormat kepada-Mu, yang mana untuk menggerakkan
para siswa-Mu yang malas untuk
memperkuat usaha mereka,
Memanifestasikan hancurnya tubuh Vajra-Mu
[yang sebenarnya] tidak akan pernah mati
Di Kushinagara yang murni
Dan memasuki Nibbana

Hormat kepada-Mu yang meninggalkan delapan
aspek dari Tubuh-Mu dan
Banyak reliks untuk menunjukkan bahwa,
pada hakekatnya, Engkau
Tidaklah lenyap begitu saja dan untuk
menolong agar para makhluk di masa mendatang
Mendapatkan nilai kebajikan melalui
penghormatan [yang] mereka lakukan.

Melalui kebajikan dari eulogi singkat
Yang berisi pujian terhadap
perbuatan-perbuatan dari Yang Terberkahi
Guru kita dalam Ajaran yang Suci, semoga semua makhluk
Juga menjadi sama seperti Buddha dengan usaha mereka sendiri
Semoga aku dan semua makhluk menjadi persis seperti Engkau

Oh Raja Sakya, [semoga kami] dihiasi dengan rupa seperti diri-Mu
Rentang hidup seperti yang engkau alami,
rombongan yang seperti engkau miliki,
sebuah Tanah Murni seperti milikmu,
Dan tanda-tanda kesempurnaan seperti milik-Mu

Sumber:
http://www.geocities.com/Athens/Ithaca/4886/12acts.htm
Oleh : Acharya Nagarjuna
Alih Bahasa : Losang Nyima

ORANG YANG BIJAKSANA

Roda doa, atau Roda Mani, adalah sebuah roda yang diisi dengan mantra-mantra dan sutra yang sangat banyak yang dibungkus searah jarum jam mengelilingi sebuah sumbu. Beberapa roda doa berukuran kecil seperti gangsingan. Beberapa lainnya berukuran sangat besar sehingga dapat memenuhi sebuah ruangan. Seseorang memutar roda doa ukuran besar ini dengan memegang gagangnya dan kemudian berjalan searah jarum jam mengelilingi roda tersebut. Jenis yang lainnya diletakkan pada air yang mengalir atau air terjun sehingga ia dapat memanen energi alami dan menyebarkan rahmat ke alam sekitarnya. Orang yang percaya memiliki keyakinan bahwa memutar roda doa ini atau mengibarkan bendera doa akan mengaktualisasikan doa-doa yang tertulis di dalamnya.

Propinsi Khan di Tibet mirip dengan daerah Barat Amerika yang liar. Orang-orang Kham adalah para penunggang kuda yang hebat, dan seperti halnya para penunggang kuda, mereka sangat mencintai kuda-kudanya. Hingga sekitar seabad yang lalu, Kham terdiri dari berlusin-lusin kerajaan yang lebih kecil, dimana setiap kerajaan tersebut memiliki angkatan perang sendiri, yang dibentuk melalui perekrutan wajib militer secara paksa.

Suatu ketika hidup seorang laki-laki tua jauh di sebelah timur Kham yang dikenal sebagai Pria Mani karena setiap hari, siang dan malam, dia selalu bisa ditemukan sedang memutar roda doa kecilnya dengan khusuk. Roda itu dipenuhi dengan mantra Kasih Sayang Yang Agung, Om Mani Padme Hung. Pria Mani itu hidup bersama anak lelakinya dan seekor kudanya yang bagus. Anak lelakinya adalah kebahagiaan dalam hidup pria tua itu; sedangkan kebanggaan dan kebahagiaan bagi anak lelaki tersebut adalah kudanya.

Istri pria tua itu, setelah melakukan kebajikan dan pengabdian yang panjang selama hidupnya, telah lama meninggal dan terlahir kembali di alam yang lebih beruntung. Sedangkan pria tua itu dan anaknya hidup sederhana, terbebas dari berbagai kebutuhan yang berlebihan, dan tinggal di salah satu rumah dari beberapa rumah batu yang kasar di tepi sungai di sebuah dataran yang luas.

Suatu hari kuda mereka menghilang. Tetangga-tetangga mereka ikut bersedih atas kehilangan satu-satunya harta milik pria tua yang berharga itu, tetapi pria tua yang selalu tenang itu tetap memutar roda doanya sambil terus menguncarkan mantra “Om Mani Padme Hung”, mantra nasional bangsa Tibet.

Kepada siapapun yang menyatakan duka-cita atas kehilangan kuda tersebut, ia hanya berkata, “Bersyukurlah untuk segala sesuatunya. Siapa yang bisa tahu apa yang baik dan apa yang buruk? Akan kita lihat ...”

Setelah beberapa hari, kuda yang hilang itu kembali, diikuti oleh sepasang kuda liar. Kuda-kuda liar ini kemudian dilatih oleh si pria tua dan anaknya. Para tetangga yang menyaksikan hal ini sangat bergembira dan mengucapkan selamat kepada pria tua itu. Pria tua itu hanya tersenyum dan berkata, “Saya berterima kasih ... Tapi siapa yang tahu? Kita akan lihat ...”.

Kemudian suatu hari, ketika mengendarai salah satu dari kuda liar itu, si anak lelaki jatuh dan kakinya mengalami patah tulang. Beberapa tetangganya membawa anak lelaki itu pulang ke rumahnya, mengutuk kuda yang liar itu, dan menyesali nasib si anak lelaki. Tetapi pria tua itu, duduk di sebelah ranjang anaknya, tetap memutar roda doanya terus menerus sambil dengan lembut membaca mantra Kasih Sayang Yang Agung dari Chenrenzig (Red: Avalokitesvara).

Ia tidak mengeluh maupun menjawab protes-protes tetangganya kepada nasib, tetapi hanya menganggukkan kepalanya dengan ramah, mengulangi apa yang pernah dikatakannya, “Sang Buddha adalah penuh kasih; saya bersyukur bahwa anak saya masih hidup. Kita akan lihat...”

Minggu berikutnya petugas-petugas militer muncul, mencari para wajib militer muda untuk dikirim ke garis depan pertempuran. Semua pria muda di daerah itu segera dibawa, kecuali anak lelaki pria tua itu yang sedang terbaring di ranjangnya. Kemudian para tetangganya mengucapkan selamat kepada pria tua itu untuk keberuntungannya yang sangat besar, dan menganggap semua itu adalah berkat karma baik yang dikumpulkan oleh si pria tua dengan selalu memutar roda doanya dan selalu terus menerus mengucapkan mantra dari sela-sela bibirnya yang keriput.

Si pria tua hanya tersenyum dan tidak berkata apapun. Suatu hari ketika anak lelaki dan ayahnya sedang melihat kuda-kuda mereka yang bagus merumput di padang, pria tua yang pendiam itu sekonyong-konyong menyanyi :

“Hidup terus berputar dan berputar,
naik dan turun laksana kincir air;
Hidup kita adalah laksana keranjang-keranjang kincir itu,
kosong dan berisi bergantian terus menerus.

Laksana tanah liat dari si pembuat tembikar,
keberadaan jasmani kita berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya:
Bentuk-bentuk itu hancur dan terbentuk lagi dan lagi,

Yang rendah menjadi tinggi, yang tinggi akan jatuh;
gelap akan berubah menjadi terang,
dan yang kaya akan kehilangan semuanya.

Jika kau, anakku, adalah anak yang luar biasa,
kelak kamu akan terlahir kembali ke dalam sebuah biara.
Tetapi jika kau sangat cemerlang, anakku,
Maka engkau akan menjadi pejabat yang mengurusi perselisihan orang lain.

Seekor kuda hanya akan menyebabkan kesulitan seharga seekor kuda.
Kekayaan adalah baik, Tetapi dengan cepat akan kehilangan kesenangannya,
dan dapat menjadi beban, sumber pertengkaran, pada akhirnya.

Tak seorang pun tahu karma apa yang sedang menunggu kita,
tetapi apa yang kita tabur sekarang akan matang
dalam kehidupan-kehidupan yang mendatang, itu adalah pasti.

Maka berbuatlah baik pada semuanya dan jangan terbias,
berdasarkan ilusi tentang ‘memperoleh’ dan ‘kehilangan’.
Janganlah punya harapan maupun ketakutan,
pengharapan maupun kecemasan;

Bersyukurlah untuk segala sesuatunya,
apapun jatah yang kamu punya.
Terimalah segala sesuatunya;
terimalah setiap orang; dan ikutilah
Hukum Sang Buddha yang tidak pernah salah.

Hiduplah sederhana dan gampang dirawat, tetaplah
secara alamiah hidup tenang dan dalam damai.
Kau dapat menembak anak panah ke langit jika kau suka, anakku,
tetapi anak-anak panah itu pada akhirnya pasti akan jatuh kembali ke tanah.”

Ketika pria itu bernyanyi, bendera-bendera doa beterbangan melayang menutup kepala pria tua itu, dan roda mani yang kuno tersebut, yang diisi dengan ratusan mantra tulisan tangan, tetap berputar. Dan kemudian di pria tua itu hening.

Sumber : The Mani Man, Das, Surya, 1992. The Snow Lion’s Turquoise Mane, Wisdom Tales from Tibet. Harper San Fransisco. New York.
Alih bahasa : Holiwati
Editor : Junarto M. Ifah

Dharma Manggala, Buletin Maya Indonesia.

Raja Dengan Sehelai Rambut Putih

Pada zaman dahulu kala, ada orang-orang yang hidup lebih lama dari orang-orang sekarang. Mereka hidup sampai ribuan tahun. Pada waktu itu, makhluk penerangan lahir sebagai seorang bayi bernama Makhadeva. Dia hidup selama 84.000 tahun sebagai seorang anak dan putra mahkota. Dalam cerita waktu itu, dia telah menjadi raja muda selama 80.000 tahun.

Pada suatu hari, Makhadeva memberitahukan tukang pangkas istana, “Jika kamu melihat rambut putih di kepalaku, kamu harus memberitahuku dengan segera!”. Tentu, tukang pangkas itu berjanji.

4.000 tahun pun berlalu, sampai Makhadeva telah menjadi raja muda selama 84.000 tahun. Kemudian suatu hari, ketika sedang memotong rambut raja, tukang pangkas istana melihat sehelai rambut putih di kepala raja. Maka dia berkata,” Yang mulia, saya melihat sehelai rambut putih di kepala anda.” Raja itu berkata, “Kalau begitu, tarik dan letakkan ditanganku.” Tukang pangkas pun mengambil penjepit emasnya, menarik sehelai rambut putih kecil, dan meletakkan di tangan raja.

Pada waktu itu, raja masih mempunyai paling sedikit 84.000 tahun untuk hidup sebagai raja tua! Melihat sehelai rambut putih di tangannya, dia menjadi sangat takut mati. Dia merasa bagaikan kematian telah dekat dengannya, seolah-olah dia di perangkap di dalam rumah yang terbakar. Dia begitu ketakutan, keringat bercucuran di punggungnya, dan dia merasa ngeri.

Raja Makhadeva berpikir, “ Oh raja bodoh, kamu telah menghabiskan waktu hidup dan sekarang kamu dekat dengan kematian. Kamu tidak berusaha untuk menghancurkan ketamakan dan kecemburuan, untuk hidup tanpa kebencian, dan membebaskan kegelapan bathin dengan mempelajari kebenaran dan menjadi bijaksana”

Sewaktu dia berpikir tentang keadaan ini, tubuhnya menjadi panas dan keringatnya tetap bercucuran. Kemudian dia memutuskan sekali dan selamanya, “Inilah waktunya untuk turun tahta, ditahbiskan menjadi bhikkhu, dan latihan meditasi!”. Berpikiran begitu, dia memberikan pendapatan dari seluruh kota kepada tukang pangkas. Jumlahnya mencapai 100.000 per tahun.

Kemudian raja memanggil putra tertuanya dan berkata,”Putraku, saya telah melihat sehelai rambut putih. Saya telah menjadi tua. Saya telah menikmati kesenangan duniawi dengan kekayaan dan kekuasaan yang melimpah. Ketika saya mati, saya ingin dilahirkan di surga, untuk menikmati kesenangan kedewaan. Maka saya akan di
tahbiskan sebagai bhikkhu. Kamu sekarang harus mengemban tanggung jawab untuk mengepalai Negara. Saya akan menjalani kehidupan sebagai bhikkhu di hutan.”

Mendengar hal ini, Mentri-mentri kerajaan dan pejabat lainnya menemui raja dan berkata,” Yang Mulia, kenapa anda tiba-tiba ingin di tahbiskan?”

Raja menunjukkan rambut putih ditangannya dan berkata,”Mentri-mentriku dan para pejabat sekalian, saya telah menyadari bahwa rambut putih ini menunjukkan 3 tahap kehidupan – masa muda, usia pertengahan dan usia tua datang pada suatu akhir. Rambut putih pertama ini merupakan pesan kematian yang ada di kepalaku. Rambut putih seperti malaikat yang dikirim dewa kematian. Oleh karena itu, hari yang tepat ini untukku di tahbiskan.”

Orang-orang berlinangan air mata pada berita keberangkatannya. Raja Makhadeva turun tahta, pergi ke hutan, dan ditahbiskan me njadi bhikkhu. Disana dia berlatih apa yang orang suci sebut ‘4 pikiran kesurgaan’. Pertama adalah cinta kasih, kasih sayang kepada semua makhluk. Kedua adalah perasaan simpati dan kasihan kepada semua makhluk yang menderita. Ketiga adalah perasaan gembira kepada makhluk yang bergembira. Dan yang keempat adalah ketenangan bathin, walaupun menghadapi kesulitan atau masalah.

Setelah 84.000 tahun dengan usaha keras bermeditasi dan berlatih keempat pikiran kesurgaan sebagai seorang bhikkhu hutan yang rendah hati, bodhisattva itu pun meninggal. Dia dilahirkan di alam surga yang tinggi, dengan kehidupan berjuta tahun lamanya!

Pesan moral: Bahkan umur yang panjang terlalu pendek untuk disia-siakan.

Sumber : www.buddhanet.net
Buddha’s Tales for Young and Old Volume 1, Interpreted by Ven. Kurunegoda Piyatissa, Stories told by Rodd Anderson
Alih Bahasa : Meryana Lim
Editor : Lanny Kwandy

Buletin Maya Indonesia, Dharma Mangala – November 2003
Orang-orang berpikir bahwa selagi mereka dalam perjalanan spiritual, dan mereka di alam manusia, segala sesuatunya akan menjadi lebih baik. sebenarnya tidaklah demikian menurut Buddha. Apa yang membuat kita terlahir sebagai manusia sebagaimana saat ini? apa yang membuat saya dapat terlahir kembali sebagai seekor babi di pedalaman kalkuta? tidak lain karena karma negatif dan positif yang dihasilkan oleh kebiasaan pikiran maupun tindakan. Siapa yang menghasilkan karma negatif saya? saya. Siapa yang menghasilkan karma positif saya? saya. Mengapa saya melakukan karma negatif walaupun saya tahu ia akan membuat saya menderita? Saya tidak dapat mengatasinya karena saya dalam kontrol kebiasaan emosional saya. Inti permasalahan adalah kebiasaan marah, kemelekatan, kebencian -- semua emosi negatif.

Hal-hal yang harus dilakukan adalah mengkoreksi kebiasaan emosi negatif dan mengubahnya menjadi emosi positif. jika melakukannya, setiap tindakan, setiap kejadian yang kecil, setiap usaha, setiap gerakan dalam kehidupan kita sehari-hari akan menjadi positif. Kita tidak akan menghasilkan karma negatif baru. Dan jika kita memurnikan karma lama, kita tidak akan menderita karena akibatnya. Ini adalah sesuatu yang dapat kita lakukan dan manfaat yang diperoleh akan luar biasa. Saya percaya ini dapat berlaku untuk semua manusia, baik penganut Yahudi, Kristen, Muslim, maupun atheis. Kita hendaknya melakukannya dengan segera saat ini sehingga kematian di masa yang akan datang, atau sejam dari sekarang, tidak akan ada penyesalan. [Gehlek Rinpoche, 'Good Life, Good Death', 2005]

Latihan yang baik adalah bertanya pada diri Anda dengan sungguh-sungguh, "Mengapa saya dilahirkan?". Ketika seseorang tidak mengerti tentang kematian, hidup akan menjadi sangat membingungkan. [Ajahn Chah]