Minggu, 25 Januari 2015

aneka game unik

Uno Stacko with Punishment
Kurang lebih permainannya adalah menyusun balok-balok Uno Stacko menjadi bangunan tinggi. Setiap orang bergiliran untuk mengambil 1 balok dari bangunan Uno Stacko tersebut lalu mengembalikannya ke bagian paling atas dari bangunan tersebut. Yang kalah adalah orang yang menjatuhkan bangunan Uno Stacko tersebut, bisa pada waktu mengambil atau bahkan mengembalikan Uno Stacko-nya. Oh ya, dalam mengambil 1 balok tersebut ada aturannya, untuk peraturannya dapat dilihat di link yang sudah diberikan ya.
Pada waktu saya memainkan game ini, yang kocak adalah terdapat "Punishment"/hukuman-nya setiap mengambil balok. Hal ini dikarenakan setiap balok pada Uno Stacko tersebut ditempeli kertas yang berisikan hukuman-hukumannya. Sehingga setiap mau mengambil balok ada perasaan deg-degan yang menakutkan karena selain takut jatuh, juga takut kena jenis hukuman apaan. Untuk jenis hukuman bisa disiapkan sekreatif mungkin, mungkin juga perlu dikasih kertas yang bertuliskan "Tidak ada hukuman" sehingga membuat pemain juga berekspektasi untuk lolos dalam mengambil baloknya. Kalau pada waktu saya memainkan permainan ini, jenis-jenis hukumannya lebih bersifat ke media sosial. Contohnya "Tulis di grup WhatsApp 'aqoeh kena hukuman niech..'" atau bisa juga "Update status BBM / Upload foto gokil" dan lain-lain..

Quiz Battle
Permainan ini terinspirasi dari permainan yang pernah dimainkan oleh Running Man pada permainan terakhirnya di episode 202. Untuk permainan ini, pembawa acara permainan diharapkan untuk mempersiapkan banyak pertanyaan yang dirasa cukup untuk durasi game yang diinginkan. Untuk lebih menarik, kategorikan pertanyaan-pertanyaan tersebut, misal pada waktu saya membawakan permainan ini saya bagi pertanyaan menjadi kategori Alkitab, Kelompok sel (seputar anggota-anggota di kelompok sel saya), Musik, Teka-teki (pertanyaan tentang Riddle atau sejenisnya) dan Lain-lain (pertanyaan random). Masing-masing kategori bisa disiapkan mungkin sekitar 5 pertanyaan ya agar tidak kehabisan pertanyaan jika waktu masih ada.
Dalam permainan ini, terdapat 2 mode yaitu menyerang dan bertahan. Dalam 1 putaran, pemain yang menyerang hanya 1 orang dan sisanya bertahan. Pemain yang menyerang diminta untuk memilih 1 kategori, moderator membaca pertanyaan untuk kategori yang diminta tersebut. Setiap pemain yang bertahan akan menuliskan jawaban dari pertanyaan yang dibaca moderator di kertas. Pemain yang menyerang akan memilih 1 orang dari pemain yang bertahan untuk menunjukkan jawabannya pada kertas yang ditulisnya tersebut.
Jika pemain yang dipilih itu ternyata jawabannya salah, maka poin akan diberikan pada pemain yang menyerang dan pemain penyerang tersebut tetap menyerang pada putaran berikutnya. Jika pemain yang dipilih itu ternyata jawabannya benar, maka poin akan diberikan pada pemain yang bertahan tersebut dan pemain bertahan tersebut menggantikan posisi pemain penyerang tersebut. Begitu seterusnya sampai waktu habis atau seluruh pertanyaan sudah habis. Pemain yang mendapat poin tertinggi adalah pemenangnya.

The Werewolf Game
The Werewolf Game biasa juga dikenal dengan Mafia Game atau Game bunuh-bunuhan. Ide permainan ini adalah menggantung semua pemegang role "Werewolf" yang berkumpul bersama-sama dengan "Rakyat". Permainan ini bisa dilakukan di Board Game (menggunakan kartu) atau bahkan bisa dimainkan secara Online. Variasi dari permainan ini sangatlah banyak, saya sempet Googling sebentar tentang permainan ini dan melihat banyak banget variasi-variasi yang dilakukan. Daripada kebingungan dengan berbagai sumber, akhirnya saya memutuskan untuk menjelaskan permainan ini sendiri dengan lebih simple. Hehe..
Untuk permainan ini dibutuhkan Moderator untuk memimpin alur permainan. Untuk pemainnya akan mendapat role secara acak yaitu Doktor, Polisi, Rakyat Biasa, dan Werewolf. Ini yang simple sih, kalau mau role yang lebih banyak dapat Googling sendiri banyak kok. Untuk jumlahnya juga tidak ada rumus pastinya, tapi kalau saya sarankan jika pemain di bawah atau sama dengan 8 orang, gunakan 1 Doktor, 1 Polisi, 1 Werewolf, sisanya Rakyat Biasa. Jika di atas 8 orang, gunakan 1 Doktor, 1 Polisi, 2 Werewolf, sisanya Rakyat Biasa. Kalau dirasa kurang imbang, dapat disesuaikan sendiri misalnya dengan menambah jumlah polisinya.
Tugas Werewolf adalah membunuh setiap Penduduk (bukan Werewolf) pada fase malam dan lolos dari tiang gantungan pada fase siang sampai jumlah Penduduk sama dengan jumlah Werewolf. Tugas Doktor adalah melindungi pemain yang diincar oleh Werewolf pada fase Malam. Tugas Polisi adalah menunjuk satu orang pada fase malam, Moderator akan memberi tanda apakah orang yang ditunjuk adalah Werewolf atau bukan Werewolf selain itu Polisi juga dapat menembak salah satu pemain pada fase siang. Untuk Rakyat Biasa ya tidak ada yang khusus, namanya juga rakyat biasa colonthree emotikon .. Penduduk (bukan Werewolf) akan menang jika semua pemegang role Werewolf sudah mati.
Agar permainan ini bisa dilakukan, biasanya daripada ribet gunakan kartu remi saja. Silahkan janjian, misalnya kartu "As" merupakan Polisi, "Queen" merupakan Doktor, Rakyat Biasa merupakan angka biasa, dan "Joker/Jack" merupakan Werewolf. Selanjutnya kartu tersebut disiapkan sesuai jumlah pemainnya dan jumlah masing-masing rolenya. Kartu dibagikan secara tertutup kepada setiap pemain sehingga masing-masing pemain tidak tahu kartu yang dipegang oleh pemain lain.
Moderator memulai permainan dengan fase malam dimana semua pemain diminta tutup mata lalu Moderator mulai bercerita. Ceritanya boleh di-dramatisir atau dibuat lucu yang pasti jangan langsung to the point nanti pemainnya kurang menghayati. Contohnya "Di malam yang sunyi sepi, muncullah penduduk yang jahat yang ingin menghabiskan seluruh penduduk di kampung ini" atau versi lucunya "Di malam yang penuh kegalauan, munculah seorang jomblo yang ingin membunuh para mantan di kampungnya". Dilanjutkan dengan instruksi "Werewolf buka mata", nah setelah instruksi ini pemain yang memegang role Werewolf akan buka mata lalu menunjuk satu orang yang mau dibunuhnya. Setelah selesai, cerita dilanjutkan dengan instruksi untuk "Doktor buka mata" (bisa diselingi cerita supaya lebih menghayati :p). Doktor akan membuka matanya dan menunjuk satu orang yang mau dilindungi. Lalu selanjutnya "Polisi buka mata", Polisi membuka mata dan menunjuk salah satu orang, Moderator akan memberi tanda Mengangguk jika pemain yang ditunjuk adalah Werewolf atau sebaliknya. Setelah selesai, semua pemain diminta buka mata lalu dibacakan pengumuman tentang kondisi yang terjadi. Contohnya "Werewolf berhasil membunuh pemain X, dan pemain X mati" atau "Werewolf tidak berhasil membunuh karena Doktor berhasil melindungi penduduk". Setelah pengumuman dibacakan dilanjutkan dengan fase siang.
Fase siang ini diutamakan untuk menggantung salah satu pemain dengan melakukan Voting. Pemain dengan vote terbanyak dianggap mati dan membuka kartunya. Jika voting sama bisa dilakukan random dengan coin atau biasanya sih saya menyuruh pemain berdebat lagi sampai hasil voting tidak sama. Setelah selesai fase siang ini, permainan dilanjutkan dengan fase malam, dan seterusnya sampai kondisi kemenangan sudah dicapai oleh salah satu kubu.
Fuh... Panjang juga ya untuk menjelaskan game ini. Ini emang permainan agak susah menjelaskannya, tapi waktu permainan dilakukan biasanya di luar ekspektasi loh. Seru abis dan ngakak abis. Lihat orang yang biasanya diem bisa tiba-tiba rame atau lainnya. Di game ini kita akan benar-benar bisa mengerti betapa kompleksnya manusia, terutama dalam hal menipu. Haha 

Pesta Binatang (Gajah masuk kulkas)
Tags: Pertanyaan berantai, binatang
-Bagaimana cara memasukkan gajah ke dalam kulkas?
A: buka pintu, masukkan gajah, tutup pintu kulkasnya.
-Bagaimana cara memasukkan jerapah/kangguru (atau hewan lain) ke dalam kulkas?
A: Buka kulkasnya, keluarkan gajahnya, masukkan hewan itu, tutup kembali kulkasnya.
-sang Singa mengumpilkan semua binatang, tapi ada yang tidak hadir. Siapa?
A: binatang yang terakhir masuk kulkas.
dan lanjutannya... (pokoknya yang berbau pertanyaan berantai, tapi khusus yang bertema seperti ini)

Uang Seribuan yang Hilang
A, B, dan C mau beli barang harganya 25000, karena nggak cukup duitnya mereka patungan satu orang 10000 (jadi totalnya 30000) kembalian 5000 dibagi rata masing2 orang 1000, sisanya 2000 dikasih jadi tip ke sellernya
Nah, kan berarti harga barangnya 10000-1000=9000 tiap orang, ditambah 2000 yang jadi tip berarti 27000 + 2000 = 29000
Uang seribuannya kok hilang?
Spoiler for jawab:
Jawab: ini nggak ilang, yang dibold itu hitungan sesat :
Harga barang diatas udah jelas 25000, bukan 9000 x 3 =27000 :
1=5, 5=?
1=5
2=10
3=15
4=20
5=?
(atau kombinasi lainnya)
Spoiler for jawab:
5=1
kan udah dibilang 1=5 :
a = b, jadi b=a

Hitung Jumlah Bulatan
10=1
18=2
125=0
977008=5
654321=1
8900809=?
Spoiler for jawab:
Hitung jumlah bulatannya :
8 bulatannya 2, 9, 6, sama 0 bulatannya 1, angka lain nggak ada bulatan jadinya 0.. terus tinggal dijumlahin aja

Hitung Jumlah Huruf dalam Angka
1=4
2=3
3=4
4=5
5=?
6=?
Spoiler for jawab:
1=SATU
2=DUA
3=TIGA
...terusin sendiri.
Juga ada kombinasi bahasa lain, misal English; ONE, TWO, THREE, etc. Kalau bahasanya masih lain, silahkan buka kamus atau pake gugel translet.

Rp 100,00 = 100 Butir Telur
Harga telur adalah sebagai berikut:
10 telur puyuh = 1 rupiah
1 telur ayam = 3 rupiah
1 telur bebek = 6 rupiah
Pertanyaan: Berapa butir telur untuk setiap jenis telur yang harus dibeli agar kita bisa menghabiskan Rp 100,00 tanpa kembalian?
Spoiler for Jawaban:
telur puyuh: 70 butir = 7 rupiah
telur ayam: 29 butir = 87 rupiah
telur bebek: 1 butir = 6 rupiah
TOTAL: 100 butir = 100 rupiah
Sebenernya udah ngejawab tapi tanpa penjelasan. Bagusan dikasih rumusnya deh kalau bisa
• Logika Angka
5+3+2 = 151012
9+2+4 = 183662
8+6+3 = 482466
5+4+5 = 202504
7+5+2 = ?
Spoiler for Jawaban:
a+b+c=pqrstu
pq=a*b
rs=a*c
ut=(a+c)*b
tu=ut dibalik
7+5+2=351454
contoh:
5+3+2 = ...
Cara:
5x3 = 15
5x2 = 10
(5+2)x3 = 21 dibalik jadi 12
jadi jawabannya 151012

 Monty Hall Problem
Kamu sedang mengikuti acara kuis di televisi. Tujuan acara kuis ini adalah memenangkan sebuah mobil sebagai hadiah. Pembawa acara meperlihatkan tiga pintu kepadamu. Dia berkata bahwa di balik salah satu pintu ada mobil dan di balik kedua pintu lainnya da kambing. Dia memintamu memilih salah satu pintu. Kau pun memilih sebuah pintu, namun pintu itu tidak langsung dibuka.
Kemudian pembawa acara membuka salah satu pintu yang tidak kau pilih untuk memperlihatkan seekor kambing (karena dia tahu apa yang ada di balik masing-masing pintu). Kemudian dia berkata kau mendapat satu kesempatan terkahir untuk berubah pikiran sebelum semua pintu dibuka dan akhirnya ketahuan apakah kamu memperoleh mobil atau kambing.
Jadi apakah sebaiknya kamu berubah pikiran dan memilih pintu lainnya atau tetap pada pintu yang kamu pilih sebelumnya?
Spoiler for Jawaban:
Kamu harus berubah pikiran dan memilih pintu lainnya sebab ada peluang 2:3 bahwa di balik pintu itu ada mobil.
Kenapa peluangnya bukan 50:50?
1. Diagram Peluang
Kamu memilih sebuah pintu:
• • Kamu memilih pintu yang di belakangnya ada kambing
• • • • Tidak mengganti pilihan: mendapat kambing
• • • • Mengganti pilihan: mendapat mobil
• • Kamu memilih pintu yang di belakangnya ada kambing
• • • • Tidak mengganti pilihan: mendapat kambing
• • • • Mengganti pilihan: mendapat mobil
• • Kamu memilih pintu yang di belakangnya ada mobil
• • • • Tidak mengganti pilihan: mendapat mobil
• • • • Mengganti pilihan: mendapat kambing
2. Cara Matematika
Masing-masing pintu disebut X, Y, dan Z
Cx itu kejadian adanya mobil di balik pintu X dst
Hx itu kejadian pembawa acara membuka pintu X dst
Kalau kamu memilih pintu X, maka peluangmu untuk memenangkan mobil jika mengubah pilihan akan dijelaskan oleh rumus berikut:
P (Hz ^ Cy) + P (Hy ^ Cz)
= P (Cy) . P (Hz | Cy) + P (Cz) . P (Hy | Cz)
= (1/3 . 1) + (1/3 . 1)
= 2/3

Si Jujur dan Si Bohong
Kamu berada di persimpangan dan galau nggak tahu jalan mana yang benar. Saat itu muncullah 2 orang, satunya selalu jujur, satunya tukang bohong. Sayangnya, kamu nggak bisa ngebedain mereka. Bagaimana caranya kamu bisa menemukan jalan yang benar?
Spoiler for jawab:
Bertanyalah pada mereka: 'Jika saya tanya pada orang sebelah kamu, jalan mana yang akan dia tunjuk?'
Jawaban mereka akan sama, dan silahkan kamu pilih jalan yang nggak mereka tunjuk, karena itulah jalan yang benar.
Kenapa? Si Jujur akan memberitahu jawaban si Bohong (sudah pasti salah)
Si Bohong akan bohong soal jawaban si Jujur (awalnya benar dibuat salah)
jadi, pilih yang nggak mereka tunjuk

Ini kan anak saya!
Seorang polisi menemukan korban kecelakaan dan berteriak, 'Ini kan anak saya!' sambil tergesa-gesa lari ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit, dokter yang menangani korban juga histeris, 'Ini kan anak saya!'
Kok bisa? Jadi itu anak siapa?
Spoiler for jawab:
Itu anak polisi sama dokter. Dokternya cewe :

Teka-teki Siput
Seekor siput tenggelam di dasar sumur sedalam sekian meter. Setiap siang hari dia maksimal bisa memanjat 3 meter, tetapi di malam hari tenggelam lagi 2 meter. Berapa lama dia harus manjat sumur biar bisa keluar?
Spoiler for jawab:
Siang naik 3 meter, malam turun 2 meter, berarti tiap hari bisa naik 1 meter (selisih 3-2). Tinggal dibagi kedalaman sumur aja.

KAMBING, SAYUR, DAN HARIMAU
---
Anda harus menyebrangkan seekor kambing, satu buah kotak berisi sayuran, dan seekor harimau
Perahu hanya muat oleh anda dan 1 buah muatan.
Dan jika perahu meninggalkan barangnya di satu sisi, akan terjadi aksi makan memakan:
-kambing akan memakan sayur
-harimau akan memakan kambing
Bagaimana caranya agar ketiga barang tersebut bisa terseberangkan tanpa ada satupun barang yang dimakan?
Spoiler for solusi:
- ambil kambing lalu seberangkan, tinggalkan kambing di sisi yang lain lalu kembali ke sisi awal.
- ambil sayur (atau harimau juga boleh), seberangkan, taruh barang itu, ambil kembali kambingnya, lalu kembali ke sisi awal.
- letakkan kambing, ambil barang satunya lagi, seberangkan, taruh, kembali.
- ambil kembali kambing yang kita tinggalkan di sisi satunya, seberangkan, taruh. Selesai.

Penghuni Apartemen
Dia selalu bisa lebih cepat sampai rumah ketika musim hujan. Kenapa?
Spoiler for jawab:
Karena pas musim hujan bawa payung, jadi bisa mencet tombol lift. Kalau nggak musim hujan nggak bawa payung harus naik tangga jadi lebih lama sampenya
nama ayah/sejenisnya

albert adalah ayah einstein
albert adalah ............ ayah einstein
atau sejenisnya
Spoiler for jawab:
nama

nama adek/sejenisnya
bila adek siti suka menyanyi , maka siapa nama adek siti ?
Spoiler for jawab:
bila

amuba
amoeba/bakteri membelah diri setiap 1 menit sekali dalam toples, dan toples penuh dengan bakteri pada 1 jam, pada menit ke berapakah toples setengah penuh
Spoiler for jawab:
1 jam udah penuh , satu menitnya membelah diri , berarti setengah penuhnya menit ke 59

Penghuni Apartemen yang Kerdil Soal : seorang lelaki tinggal di lantai 50 sebuah apartemen, setiap pulang bekerja ia naik lift hingga lantai 25 kemudian melanjutkan naik tangga hingga lantai 50 apatementnya. namun jika hari itu hujan, ketika pulang ia naik lift langsung hingga lantai 50.
Pertanyaan : kenapa begitu?
Spoiler for jawab:
karena lelaki yang tinggal dilantai 50 itu orangnya kerdil, jadi dia cuma bisa pencet tombol lift sampai lantai 25 doang. kalo hari lagi hujan, dia bawa payung makanya bisa pencet tombol lift sampai lantai 50.

Tiga Lampu, Tiga Saklar
Soal : ada 3 ruangan yang masing-masing berisi 1 lampu, kamu berada di ruangan nomor 2 bersama ketiga saklar lampu. ketiga ruangan ini dibatasi oleh tembok tanpa jendela, kamu hanya boleh pindah ke ruangan lain sebanyak 1x.
Pertanyaan : Bagaimana cara menentukan saklar mana untuk lampu mana hanya dalam 10 menit?
Spoiler for jawab:
kamu berada di ruangan nomor 2, kamu menekan satu persatu saklar hingga menemukan saklar lampu ruang nomor 2, kemudian tekan saklar yang lainnya (bukan saklar lampu ruang nomor 2) selama 9 menit.
setelah 9 menit berlalu matikan seluruh saklar dan pindah ke salah satu ruangan (ruang 1 atau ruang 3) pegang bohlam lampunya, jika terasa panas berarti saklar yang anda nyalakan selama 10 menit adalah saklar untuk ruangan itu, dan berlaku kebalikannya andai lampu tersebut tidak panas.

Empat Orang (1, 2, 5, 10 menit) Menyeberang Jembatan":
Empat orang berada dipinggir sungai pada malam hari. Terdapat jempatan yang sempit, tetapi hanya bisa dipakai maksimal 2 orang pada saat bersamaan. Mereka memiliki satu senter/obor, karena malam hari, maka diperlukan senter/obor untuk menyebrang jembatan. Si A dapat menyebrangi jempatan dalam 1 menit, B dalam 2 menit, C dalam 5 menit, dan D dalam 8 menit. Ketika dua orang bersama2 menyeberangi jembatan bersama2, waktu yang diperlukan adalah waktu orang yang paling lambat. Apakah mereka bisa menyebrangi jembatan dalam 15 menit atau kurang.
Spoiler for "contoh jawaban salah":
AB menyebrang = 2 menit
A kembali = 1 menit
AC menyebrang = 5 menit
A kembali = 1 menit
AD menyebrang = 8 menit
Total = 17 menit
Spoiler for "jawaban benar":
AB menyebrang = 2 menit
A kembali = 1 menit
CD menyebrang = 8 menit
B kembali = 2 menit
AB menyebrang 2 menit
Total = 15 menit

Seribu Anggur, Satu Racun":
Seorang raja memiliki 1000 botol anggur dalam gudangnya. Pada suatu hari ketahuan bahwa ada orang yang menaruh racun dalam salah satu botol anggur tersebut, dan karena racunnya sangat kuat, yang meminum anggur tersebut, meskipun sedikit sekali, akan mati tepat dalam 30 hari. Raja akan mengadakan pesta 31 hari lagi. Bagaimana dia bisa mencari botol anggur mana yang beracun dengan memakai 10 tawanan sebagai pengetes anggur tersebut ?
Spoiler for "jawaban":
Botol 1 sampai dengan botol 1000 diberi label sesuai dengan bilangan basis 2nya, yaitu 0000000001 sampai dengan 1111101000. Kemudian tawanan 1 disuruh minum sampel dari botol2 yang angka pertamanya 1. Tawanan kedua disuruh minum sampel dari boto2 yang angka keduanya 1. dst. Misalnya setelah tepat 30 hari, yang mati adalah tawanan 1, 5, 7,8 maka botol yang berisi racun adalah 1000101100 atau botol 556.

Spoiler for "Warna Beruang":
Seekor beruang berjalan 10 km arah selatan, kemudian 10 km arah barat, kemudian 10 km arah utara, dan berada kembali pada tempat semula. Apa warna beruang tersebut ?
Spoiler for "jawaban":
Warna beruang itu adalah putih. Hanya di kutub utara saja kondisi jalan 10 km selatan, 10 km barat, 10 km utara dan tepat berada pada tempat semula

menyeberang sungai (3 kanibal dan 3 pendeta)
---
Ada 3 orang kanibal dan 3 orang pendeta yang ingin menyeberang sungai.
Masalahnya jika jumlah pendeta kurang dari jumlah kanibal di suatu sisi sungai, maka kanibal akan memakan pendeta tersebut. Dan perahu hanya akan bergerak jika ada minimal satu orang yang naik untuk mengayuh dayungnya dan perahu hanya muat dua orang.
Bagaimana caranya agar bisa menyeberangkan semua orang tersebut tanpa ada pendeta yang dimakan?
Spoiler for solusi:
misalkan A,B dan C adalah pendeta dan a, b dan c adalah kanibal:
Mulai: AaBbCc_(kosong)
1. BbCc_Aa_(kosong)
2. BbCc_A_a
3. ABC_bc_a
4. ABC_a_bc
5. Aa_BC_bc
6. Aa_Bb_Cc
7. ab_AB_Cc
8. ab_c_ABC
9. b_ac_ABC
10. b_B_AaCc
11. (kosong)_Bb_AaCc
Akhir: (kosong)_AaBbCc
---
Alternatif, jika orang di dalam perahu dihitung satu dalam suatu sisi:
Mulai: AaBbCc_(kosong)
1. BbCc_Aa_(kosong)
2. BbCc_a_A
3. BCc_ab_A
4. BCc_b_Aa
5. Cc_Bb_Aa
6. Cc_b_AaB
7. C_bc_AaB
8. C_c_AaBb
9. (kosong)_Cc_AaBb
Akhirkosong)_AaBbCc

 Magic Square":
Susunlah angka 1 sd 9, dalam kotak 3x3, sehingga jumlah tiap2 baris, tiap2 kolom dan 2 diagonalnya adalah sama
Spoiler for "jawaban":
276
951
438
http://en.wikipedia.org/wiki/Magic_square

Spoiler for "8 menteri":
Susunlah 8 menteri dalam papan catur, sehingga tiap menteri tidak saling menyerang
Spoiler for "jawaban":
Ada 92 jawaban
PHP Code:
Q.......
....Q...
.......Q
.....Q..
..Q.....
......Q.
.Q......
...Q....
Q.......
.....Q..
.......Q
..Q.....
......Q.
...Q....
.Q......
....Q...
Q.......
......Q.
...Q....
.....Q..
.......Q
.Q......
....Q...

usia 3 anak:
Pada sebuah sensus, seorang ibu mengatakan kepada yang mensensus bahwa dia memiliki 3 orang anak. Ketika ditanya usia ketiga anaknya, ibu itu menjawab, "Hasil kali umur2 mereka adalah 72. Dan jumlah umur2 mereka adalah sama dengan nomor rumah saya". Orang yang mensensus kemudian berkata, "Saya masih belum bisa menebak umur2 mereka". Kemudian ibu itu menjawab, "Oh, yang paling tua masih suka makan coklat". Setelah itu yang mensensus baru mengetahui umur2 anak2nya. Berapakah umur2 mereka ?
Spoiler for "jawaban":
kemungkinan hasil kali 3 angka sama dengan 72 adalah
umur2 jumlah umur
1 1 72 74
1 2 36 39
1 3 24 28
1 4 18 23
1 6 12 19
1 8 9 18
2 2 18 22
2 3 12 17
2 4 9 15
2 6 6 14 **
3 3 8 14 **
3 4 6 13
dari semua kemungkinan itu, hanya 266 dan 338 yang memiliki jumlah angka yang sama, oleh sebab itu jawabannya adalah salah satu dari ini. Apabila jawabannya selain ini, maka pensensus bisa langsung menebak umur tanpa menanyakan ibunya lagi.
karena pada 266 tidak ada anak tertua, maka jawabannya adalah 338

Pencuri Yang Berbohong
Kemana si Pencuri Kabur
Di Rusia terjadi pencurian, si maling masuk ke dalam masjid. Beberapa jamaah di dalam masjid kemudian memberikan kesaksian.
A : Si maling itu memakai baju putih dan celana jeans. (Si A tampak kecapekan karena ngos-ngosan)
B : Si maling berlari ke arah kiblat, yaitu ke arah barat. (Si B tampak berusaha duduk tenang di lantai)
C : Si maling meninggalkan barang curiannya di salah satu tiang masjid. (Si C tampak melawan ketika ia ditanya benda curian yang ia pegangi)
Siapakah pelakunya?
Spoiler for Dan jawabannya.... adalah...:
Si A capek berlari mengejar si maling, makanya ia ngos-ngosan. Si C melawan karena ia memang bukan maling dan menemukan benda curian di salah satu tiang masjid. Si B berbohong karena ia tak punya alibi lain, arah kiblat di Rusia adalah ke Selatan.

Halaman Sempilan
Seorang yang kaya raya kehilangan amplop berisi lembaran uang di ruang kerjanya. Ada 3 tersangka yang terakhir masuk ke dalam ruang kerjanya. A sang istri, B si supir dan C si pembersih ruangan
A : Saat masuk ruangan, saya tak melihat ada amplop di atas meja. Saya hanya melihat sebuah buku berwarna coklat tua karena saya membukanya.
B : Saya yang membawa amplop berisi uang itu dan menaruhnya di atas meja. Saya tak ingat jika ada buku di atas sana.
C : Saat masuk ruangan, saya melihat ada amplop yang terjatuh dari meja. Lalu saya mengambil dan meletakkannya di antara halaman 185 & 186.
Siapakah pelakunya?
Spoiler for Dan jawabannya.... adalah...:
Halaman antara 185 & 186 tidak pernah ada, Jadi kebohongan si C sekaligus merusak alibi yang sudah ia buat.

 Ada berapa angka 7 dari 1 hingga 1000?
Spoiler for Jawaban:
Cara paling mudah dalam menjawab adalah dengan mengerjakan di excel. Tulis angka awal (1), kemudian drag kanan bawah cell hingga jumlah yang diinginkan (1000). Pilih Fill series di notifikasi yang muncul.
Kemudian tekan Ctrl+H (Replace) angka yang dicari (7) dengan angka/huruf lain. Tekan Replace All. Kemudian akan muncul jawaban dalam box window report. (Excel has completed its search and has made 300 replacements).
Jadi jawabannya ada 300.
huruf 1. Apa yang muncul sekali tiap detik, duakali tiap setengah jam, tapi tak pernah muncul dalam satu abad/tahun/minggu/jam?
2. Apa yang hadir saat pagi, dua kali saat malam, tapi selalu menghilang saat sore?
Spoiler for Jawaban:
1. Huruf 'e', detik, setengah jam
2. Huruf 'a', pagi, malam

Dua Orang Bapak dan Dua Orang Anak
Tag : berburu, kakek, ayah, hutan
Dua orang bapak dan dua orang anak pergi berburu (kelinci/rusa/ikan) ke hutan. Karena sedang sial, mereka hanya berhasil menangkap 3 ekor binatang buruan saja. Sesampainya di rumah, setiap orang masing-masing memegang 1 ekor. Kok bisa?
Spoiler for Jawaban:
Memang hanya ada 3 orang saja dalam cerita. Kakek, Ayah, dan Cucu. Ayah merupakan seorang Bapak dan juga seorang Anak. Jadi memang ada dua orang bapak dan juga ada dua orang anak.

Mimpi Satpam
Tag : penjaga malam, bos, kecelakaan, marah
Suatu hari seorang penjaga malam bermimpi bosnya kecelakaan pesawat terbang. Kemudian dia menceritakan mimpinya tadi malam pada juragannya.Sang juragan kemudian membatalkan rencana perjalanannya hari itu. Tak lama berselang, muncul berita bahwa pesawat yg tadinya akan ia tumpangi benar-benar mengalami kecelakaan dan tak ada penumpang selamat. Si bos lantas menelpon si penjaga tadi lalu malah memecatnya.

Tanya kenapa?
Spoiler for jawaban:
Tugas penjaga malam adalah begadang untuk berjaga. Bukannya malah tidur dan bermimpi. Karena kelalaian dalam tugas inilah maka si penjaga dipecat.
tapi tenang aje, ini cerita happy ending kok. si penjaga direkrut jadi penasihat si bos. sementara si bos akhirnye meninggal karena tak ada yg bisa lolos dari maut. mirip kaya' final destination lah

Berlawanan Arah
Tag : sim, bis, bus, langgar, lalu lintas, jalan
Seorang pria baru saja mendapatkan SIM dan bekerja sebagai supir bis. Ia melalui jalan raya yang ramai dengan berlawanan arah. Anehnya tak terjadi kecelakaan dan polisi yg melihatnya pun tak menangkapnya. Bagaimana ini bisa terjadi?
Spoiler for Jawaban:
Dia berjalan kaki

 Deret Angka Segitiga
Tag : 1, 11, 21, 1211
Lanjutkan pola deret ini
1
11
21
1211
111221
312211
13112221
.......
Spoiler for Jawaban:
1113213211
Polanya adalah menjelaskan apa yang ada di baris atasnya secara berurutan.
Pada baris 1 ada sebanyak 1 angka 1, maka di baris kedua ditulis 11 (angka depan menunjukkan jumlah, angka belakang tipe angkanya)
Pada baris 2 ada sebanyak 2 angka 1, maka di baris ketiga ditulis 21
Pada baris 7 ada sebanyak 1 angka 1, 1 angka 3, 2 angka 1, 3 angka 2, dan 1 angka 1, maka ditulis 1113213211

 Deret Huruf
Tags: Huruf, Deret, Pola
---
O, T, T, F, F, ?
Spoiler for jawaban:
S
One, Two, Three, Four, Five, Six, ...
varian:
S, D, T, E, L, E, ?
Spoiler for jawaban:
T
Satu, Dua, Tiga, Empat, ...

jawaban lebay [humor]

Suatu hari Jojo ditegur oleh ibunya karena pulang malam dengan baju yang basah dan kotor:
IBU : hey, kenapa baju kamu kotor, nak ?
JOJO : Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi.
IBU : lalu kenapa baju kamu basah ?
JOJO : Aku tenggelam dalam lautan luka dalam.
IBU : trus kenapa kamu pulangnya lama ?
JOJO : Aku tersesat dan tak tau arah jalan pulang..
IBU : NAKAL BANGET YA INI ANAK, GIMANA NANTI KAMU TANPA IBU???
JOJO : AKU TANPAMU BUTIRAN DEBU

maling masuk rumah [humor]

Saat di rumah sendiri, seorang Maling masuk & saya pergoki!
"Ngapain kamu malam2 masuk rumah saya?", gertak saya.
'Saya mencari uang, perhiasan & Berlian!', ujarnya sambil menghunus Cluritnya.
Lalu kami mencari kesana-kemari bersama-sama..
& hasilnya nihil...

Anis Baswedan kutipan

Jangan berharap murid akan belajar jika guru tidak pernah belajar. Jangan harap anak-anak akan baik jika gurunya tidak baik. [Anis Baswedan]

pepatah kuno

Menjadi tua itu pasti, tetapi menjadi dewasa adalah sebuah pilihan.
[Pepatah kuno]

kutipan Dhammapada

Barang siapa berbuat jahat terhadap orang baik, orang suci, dan orang yang tidak bersalah, maka kejahatan akan berbalik menimpa orang bodoh itu, bagaikan debu yang dilempar melawan angin [papa vagga, ayat 125]

Kisah Tentang Kurban, UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA)

Dalam sebuah naskah Sanskerta kuno dikatakan bahwa suatu ketika Bodhisattva pernah dilahirkan di keluarga kerajaan agung dan beliau mewarisi takhta kerajaan ayahnya secara sah. Kedudukan ini beliau peroleh dari potensi-potensi positif yang telah dilakukannya di kelahiran lampau.

Seperti kita ketahui, seringkali jika seorang raja adalah baik dan bajik, maka negeri di bawah pimpinannya juga menjadi baik atau sebaliknya — jika rakyat dalam suatu negeri berperilaku baik maka mereka akan memiliki seorang raja yang baik. Demikianlah yang terjadi di kerajaan yang dipimpin oleh Bodhisattva ini. Tidak ada percekcokan, tidak ada wabah penyakit, dan yang ada hanyalah kedamaian dengan semua kerajaan di sekitarnya. Raja bagaikan seorang Muni dalam hidupnya, teladan baiknya diikuti oleh semua orang yang ada di sekitarnya, dan cahaya kebajikan memancar dari singgasananya, menyinari hati rakyatnya.
Suatu waktu, terjadi malapetaka yang sangat menyulitkan kondisi di negeri ini. Tiada yang tahu apakah orang-orang telah melakukan sesuatu yang keliru atau karena para dewa hujan sedang marah. Musim kemarau yang berpanjangan dan mengerikan terjadi dan semua menderita kekeringan. Sumur-sumur mengering, tumbuh-tumbuhan mulai menjadi layu, dan wabah penyakit mengancam.

Raja khawatir apakah ia atau rakyatnya telah mengabaikan kewajiban religious tertentu sehingga kemarau berpanjangan ini muncul sebagai akibatnya. Oleh karena itu, beliau berkonsultasi dengan para pendeta kerajaan, para Brahmana, dan menteri-menteri untuk mencari tahu apa yang dapat dilakukan untuk mengakhiri malapetaka ini. Ahli ajaran Veda mengatakan bahwa untuk mendatangkan hujan, perlu dilakukan kurban hewan yang banyak. Karena mereka membaca kitab-kitab Veda bahwa kurban hewan demikian telah mendatangkan hujan di masa lampau. Raja sangat kaget atas saran tersebut. Beliau tidak menjawab tetapi berusaha mengarahkan pemikiran para penasehatnya pada hal-hal yang lain.

Namun mereka tidak puas dan membantah, “Baginda harus memastikan agar tidak melalaikan tugas-tugas kerajaan. Mengapa Baginda tidak setuju untuk melakukan kurban hewan ini, yang merupakan penghubung menuju dunia para dewa?”

Kemudian mereka berkata kepada raja: “Baginda menjalankan kewajiban-kewajiban terhadap para leluhur, pada Rishi, dan para bijaksana, serta terhadap manusia, namun mengapa tidak terhadap pada dewa dengan melakukan kurban hewan? Oleh karena itu, pertimbangkanlah kesejahteraan rakyat Baginda dan lakukanlah upacara kurban sejumlah hewan untuk para dewa, sehingga kita mendapatkan hujan.”

Raja berpikir “Bagaimana mungkin pembunuhan hewan dapat menyenangkan para dewa, yang terbiasa hidup dari amrita? Tentunya pembunuhan tidak mungkin ada hubungannya dengan kebajikan! Dan hewan-hewan dibunuh sementara para Brahmana membaca doa, yang tujuannya adalah untuk membawa para hewan menuju surga. Lalu mengapa para Brahmana tidak mempersembahkan diri mereka sendiri sebagai kurban, karena bukankah mereka ingin ke surga? Hewan-hewan tidak ditanya apakah mereka mau dikurbankan dan mereka belum menghentikan tindakan-tindakan negatif mereka sebelum dikurbankan, jadi bagaimana mungkin kematian dapat membantu mereka mencapai surga? Tidak! Jika ada ajaran-ajaran seperti ini, maka itu keliru. Saya akan memilih solusi lain untuk keluar dari malapetaka ini.”

Setelah mempertimbangkan hal ini, Baginda berkata kepada para penasehatnya: “Dengarkanlah keputusan saya. Saya tidak hanya akan memerintahkan agar dilakukan kurban hewan, tetapi saya juga akan melakukan kurban manusia. Petugas-petugas saya di seluruh bagian negeri ini akan mengumpulkan kurban-kurban yang layak untuk dikurbankan. Para ahli nujum akan menentukan hari yang tepat, ketika posisi bulan dan bintang menguntungkan. Lakukanlah semua persiapan untuk menyambut pengurbanan besar ini.”

Para pendeta dan para penasihat sangat terkejut, karena mereka tidak menduga keputusan ini. Mereka berkata, “Jika seribu manusia ditangkap dalam satu gebrakan, rakyatmu akan memberontak Baginda. Oleh karena itu, lakukanlah satu pengurbanan manusia dulu, kemudian baru selanjutnya secara bertahap.”
Raja menjawab: “Jangan takut akan pemberontakan rakyatku. Libatkan saya pada pertemuan dengan orang-orang kota dan desa, saya sendiri yang akan menyampaikan hal ini pada mereka.”

Lalu diadakanlah sebuah pertemuan besar dan raja berbicara kepada rakyatnya dengan hikmat, “Musim kemarau ini berkepanjangan dan kalian telah memohon saya mengupayakan cara terbaik untuk mengakhirinya; oleh karena itu saya bermaksud membuat sejumlah kurban manusia kepada para dewa.
Tetapi mereka yang jujur, bermurah hati, dan yang tidak berselisih dengan keluarganya atau memiliki sifat yang bajik; tidak perlu takut untuk dijadikan kurban. Saya akan mengirim utusan yang jujur dan berpandangan jauh ke dapan, ke semua bagian negeri ini. Mereka akan dikenal dari pakaian mereka dan mereka akan mengamati tingkah laku kalian serta memberi laporan pada saya. Siapapun yang ditemukan bersalah oleh para pengawas ini, akan dibawakan kepada saya untuk dikurbankan. “Dengarkanlah rakyatku, inilah titahku!”

Orang-orang pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan agak cemas, namun mereka semua bertekad untuk melakukan hal yang baik agar mereka tidak dijadikan kurban. Raja mengirim para petugas dan dengan pukulan genderang, hal ini setiap hari dikumandangkan ke seluruh kota dan desa bahwa para pelaku ketidakbajikan akan dibawa ke hadapan raja untuk dikurbankan, dan tindakan negatif mereka sendiri akan membawa mereka pada tempat pengurbanan.

Ketika orang-orang melihat para petugas raja ada di mana-mana dan mendengar pengumuman tersebut setiap hari, mereka mulai mengubah tindakan-tindakan mereka – pertikaian berhenti, keramahtamahan dijalankan di mana-mana, sikap baik dan kerendahan hati muncul di mana-mana, kepatuhan terhadap orang tua dan guru-guru terlihat di setiap rumah, begitu pula penghormatan kepada para dewa dan orang-orang yang tua. Seluruh masyarakat di negeri tersebut hidup seperti di masa Kreta-Yuga (masa dimana seluruh masyarakat berperilaku baik). Rasa takut akan kematian telah mengingatkan mereka semua pada semua kebajikan yang telah mereka lupakan sebelumnya, dan dalam waktu singkat semua orang bertingkah-laku dengan cara yang sangat baik.

Namun para utusan tidak lengah dalam pengawasan mereka dan orang-orang harus terus menjalankan hidup yang bajik. Ketika raja mendengar dari para utusannya bahwa mereka tak dapat menemukan satu pun pelaku yang tidak bajik, beliau sangat gembira dan memberikan mereka hadiah yang berlimpah atas berita-berita baik yang mereka sampaikan. Dan beliau mengumpulkan para menteri dan berkata, “Tiada satu pun pelaku yang tidak bajik di negeriku. Karena orang-orang berperilaku bajik, maka merekalah yang layak menerima pengurbanan; jadi biarkanlah saya melakukan pengurbanan dengan cara saya sendiri. Kumpulkan mereka yang miskin, yang buta, dan yang pincang, dan saya akan membagikan hadiah, agar kemiskinan menghilang di negeri ini.”

Para menteri mendirikan tempat-tempat untuk orang miskin di mana-mana dan yang miskin mendapatkan makanan dan pakaian. Kebahagiaan dan kesejahteraan menyebar ke seluruh penjuru dan orang-orang tidak lagi melakukan cara-cara dan tindakan-tindakan yang tidak bajik. Wabah penyakit dan semua penyakit menghilang. Angin musim menurunkan hujan secara teratur; sumur-sumur dan sungai-sungai berlimpah dengan air yang bersih dan jernih, padi-padi tumbuh subur, dan tanaman-tanaman obat menghasilkan khasiat penyembuhan bagi seluruh rakyat.

Oleh karena, melalui daya kekuatan dari raja yang baik dan keagungan dari pengurbanan yang dilakukan dengan caranya sendiri, negerinya terselamat dari semua kesulitan dan rakyatnya hidup dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka mendoakan raja yang sangat bajik tersebut atas semua yang telah beliau lakukan dan mereka tidak lupa bahwa jika mereka mulai berperilaku negatif lagi, maka mereka akan ditangkap dan dikurbankan, seperti telah diumumkan oleh raja mereka berulang kali.

Selama mengumumkan bahwa kurban akan dilakukan, raja melepaskan pakaian kebesarannya dan mengenakan kulit rusa hitam sebagai pakaiannya. Beliau juga melepaskan payung kerajaan dan mahkotanya, berpotongan rambut seperti mereka yang melakukan upacara kurban yang besar, seperti cara-cara yang dijelaskan dalam kitab-kitab Veda. Begitulah beliau menjalankan hidupnya dan rakyatnya memuja beliau seperti seorang dewa.

Teladannya juga mempengaruhi raja-raja lainnya untuk memperbaiki negerinya dan lebih memperhatikan rakyatnya. Karena kemashyuran dari raja yang sangat baik, kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya menyebar luas ke seluruh dunia timur.

Kebaikan hati yang tulus, kebijaksanaan, dan kebajikan terilustrasi dalam cerita ini mengenai salah satu kehidupan Bodhisattva, yang sedang mengupayakan jalan menuju kesempurnaan, untuk menjadi “Buddha,” Penyelamat bagi rakyatnya.

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia oleh tim penerjemah Potowa Center.

BISA JATAKA [“UBI TERATAI”]

Orang yang telah belajar untuk mengusahakan kebahagiaan tiadanya keterikatan akan berpaling dari kesenangan duniawi, menjauhinya, seolah-olah ia menyebabkan aib atau penderitaan baginya.

Suatu ketika Bodhisattva terlahir dalam sebuah keluarga brahmana yang sangat mulia, yang dipuji atas kebajikan serta tiadanya sifat-sifat tercela. Ia mempunyai enam saudara laki-laki yang sifat serta pembawaannya seperti dirinya, dan seorang saudara perempuan, yang seluruhnya mengikutinya dalam segala hal, disebabkan oleh pengaruh serta rasa sikap hormat mereka.

Setelah mempelajari Veda dan menguasai pengetahuan tentang obat-obatan, ketangkasan musik dan kerajinan tangan, ia sangat dihormati oleh seluruh penduduk. Ia merupakan anak yang sangat berbakti pada orang tuanya, menghormati orang tuanya seolah mereka para dewa; terhadap para saudara laki-lakinya ia bagaikan seorang guru atau ayah, mengajari mereka dalam berbagai pengetahuan. Ia sangat mahir dalam urusan-urusan duniawi ditunjang oleh kedisiplinannya yang tiada banding dan juga perilaku hidupnya.
Pada saat orang tuanya meninggal, perasaan kehilangan sangat dirasakannya. Seusai upacara pemakaman dan setelah beberapa hari berkabung. Ia mengumpulkan semua saudaranya dan berkata kepada mereka: “Meskipun kita ingin tetap bersama-sama seterusnya, kematian pastilah memisahkan kita dari orang yang kita cintai. Demikianlah sifat dunia ini dan itulah sumber penderitaan berat serta kesedihan. Karenanya aku bermaksud meninggalkan kehidupan rumah tangga, agar kematian tak mencariku sementara aku masih terikat pada kehidupan duniawi. Aku berkehendak akan mengembara tanpa rumah di Jalan Menuju Pencerahan. Setelah memutuskan hal ini, aku akan memberi kalian beberapa nasihat perpisahan: Keluarga kita telah memiliki kekayaan dengan cara yang pantas, dengannya kalian akan dapat dengan mudah menghidupi diri kalian sendiri. berdiamlah di sini sebagai perumah tangga dengan cara yang benar serta pantas. Saling mengasihi serta menghargai satu sama lain; cermat dalam mengikuti ajaran-ajaran kebajikan serta menjaga praktik kebajikan. Pelajarilah kitab-kitab suci, selalu bersiap memenuhi keinginan para sahabatmu, para tamumu dan juga keluargamu. Jelasnya, arahkan dirimu pada Dharma. Senantiasa bertindak dengan sikap disiplin dan rukun dengan orang lain; senanglah belajar dan memberi dana. Berhentilah menghiasi hidup sebagai perumah tangga. Nama baikmu akan berkembang, bersama dengan kebajikan dan kekayaanmu, memberimu kebahagiaan dalam hidup ini dan juga dalam kehidupan yang datang.”

Akan tetapi pembicaraan tentang kehidupan berumah tangga serta perpisahan ini, benar-benar mengejutkan para saudaranya. Diliputi oleh perasaan sedih, wajah mereka basah oleh air mata, mereka bersujud dengan hormat sambil berkata: “Kematian ayah masih segar dalam ingatan kita, mohon jangan menimpakan kesedihan yang baru pada kita. Kesedihan akibat kematian orang tua masih meliputi kita; keputusanmu bagaikan garam yang ditaburkan di atas luka menganga. Jika Engkau benar-benar menganggap bahwa keterikatan pada hidup berumah tangga adalah tidak bijaksana, dan hidup di hutan sebagai satu-satunya jalan menuju kebahagiaan sejati, mengapa Engkau hendak pergi seorang diri, meninggalkan kami di sini tanpa pelindung? Hidup yang kaupilih tentunya juga pilihan kami. Kami juga akan meninggalkan kehidupan duniawi.”
Bodhisattva menjawab: “Mereka yang tidak biasa melepaskan keterikatan, tak akan bisa selain mengikuti keinginan duniawi secara membuta; mereka melihat tiada beda antara meninggalkan duniawi dengan meloncat dari tebing. Memahami hal ini, aku menghindarkan diri dari mendorong kalian untuk turut serta. Namun demikian bila hal itu benar-benar membuat kalian senang, baiklah, mari kita tinggalkan rumah bersama-sama!”

Demikianlah ketujuh bersaudara tersebut bersama-sama dengan saudara perempuannya meninggalkan harta kekayaan rumah serta kesenangannya. Pergi diiringi oleh tangis para sahabat serta sanak saudara, mereka selanjutnya menjadi pertapa tanpa rumah. Mereka bersama-sama masuk ke dalam hutan yang menjadi tujuannya; karena tertarik juga turut serta salah seorang sahabat mereka bersama dengan dua orang pelayannya, seorang pria dan seorang wanita.

Mereka menjumpai sebuah telaga sangat besar di dalam hutan, airnya jernih kebiru-biruan. Di siang hari telaga tersebut menyala dalam keindahan; banyak bunga teratai yang mekar mengapung di atas airnya yang berkilauan, dengung lebah terbang di atas ombak. Di malam hari bunga kumuda membuka kuntumnya.
Di tepi telaga, mereka mendirikan pondok dari daun palem dalam jarak yang sama satu dengan yang lain, masing-masing pondok sepi serta tersembunyi di bawah bayangan pohon. Di sanalah mereka berdiam, menekuni ikrar-ikrar serta praktiknya, batin mereka terpusat pada praktik meditasi. Setiap hari kelima belas, mereka pergi bersana-sama menghadap Bodhisattva, untuk mendengarkan ajaran tentang jalan menuju ketenangan dan menaklukkan pikiran. Sering bodhisattva berbicara tentang kebajikan meditasi dan pengaruh keinginan yang menghancurkan, atau menjelaskan tentang kepuasan yang timbul dari pelepasan, memperingatkan mengenai kepura-puraan, pembicaraan yang tiada guna, kemalasan dan semacamnya. Dengan cara demikianlah ia memperkuat semangat para pendengarnya.

Saat itu pelayan perempuan mereka, dengan penuh rasa hormat serta kekaguman, terus mengikuti mereka bahkan hingga ke dalam hutan. Setiap hari ia mencabuti banyak ubi teratai dari telaga dan membagikannya dengan rata di atas daun bunga teratai. Bila makanan telah dipersiapkan dengan pantas dan diletakkan di tempat bersih di tepi telaga, ia akan memukulkan dua potong kayu bersamaan untuk memberitahu bahwa makanan telah siap, setelah itu ia diam-diam mengundurkan dirinya.

Sang suci, setelah melaksanakan doa-doa dan persembahan sebagaimana biasa, akan berjalan ke tepi telaga satu persatu sesuai usianya. Masing-masing akan mengambil bagian ubinya lalu kembali lagi ke dalam pondoknya, menyantap makanannya. Sisa waktunya sepanjang hari dihabiskan dalam meditasi. Dengna jalan ini mereka menghindari saling melihat sepanjang waktu kecuali pada saat mendengarkan ajaran.

Praktik sila yang demikian luar biasa, kemurnian bertingkah laku serta hidup yang demikian, dan kesenangan pada pelepasan yang demikian, menjadikan mereka sangat termashyur. Ketika Sakka, Raja para dewa, mendengar tentang keluarga suci ini, ia pergi ke istana kediamannya untuk menyusun rencana menguji mereka. Mengetahui kecakapannya dalam bermeditasi, mereka bebas dari kebiasaan buruk serta keinginan, dan mereka bercirikan ketenangan, kekagumannya terhadap mereka semakin besar, membuat lebih kuat lagi keinginan untuk menguji mereka.

Demikianlah, mereka yang telah bebas dari keinginan, mereka yang berdiam jauh di dalam hutan belantara, yang sepenuhnya berada dalam ketenangan batin, senantiasa menyebabkan timbulnya rasa hormat di hati orang-orang baik.

Ketika perempuan pelayan tersebut sedang mengumpulkan ubi teratai, yang berwarna putih bagaikan gading gajah muda. Sakka mengawasinya tanpa terlihat. Gadis itu kemudian mencucinya dan membaginya secara merata di atas lembar daun teratai berwarna hijau zamrud, menghiasi setiap daunnya dengan kuntum bunga dan madu. Sakka mengawasi ketika gadis tersebut memberitahukan bahwa makanan telah siap kepada para pertapa suci dengan cara memukulkan dua potong kayu, juga mengawasi saat gadis tersebut pergi. Saat itu juga, Sakka membuat satu bagian yang pertama lenyap dari atas lembar daun teratai. Dengan demikian bila persoalan muncul dan rasa puas hilang, keteguhan orang yang baik telah diuji dengan baik.

Ketika Bodhisattva mengetahui bahwa ubinya hilang dari atas daun teratai, kuntum bunga dan madu penghiasnya rusak, ia berpikir: “Seseorang telah mengambil makanan bagianku!” Tetapi tidak merasa marah ataupun terpengaruh, ia kembali lagi ke dalam pondoknya sebagaimana biasa dan kembali bermeditasi. Ia merasa tak perlu memberitahukan kejadian tersebut kepada yang lain, tak ingin mengganggu mereka. Dan mereka tentu saja, yakin bahwa Bodhisattva telah memakan bagiannya, mengambil bagiannya masing-masing sebagaimana biasa dan memakannya di dalam pondok mereka, setelah itu kembali melaksanakan meditasinya.

Dengan cara yang sama, Sakka mengambil bagian Bodhisattva pada hari kedua, ketiga, keempat dan kelima. Namun demikian kejadiannya tetap saja sama; Mahasattva tetap tenang dan sama sekali tak mempersoalkannya. Sesungguhnya, bagi orang yang baik, itu adalah hasutan pikiran, bukan berakhirnya hidup yang menyebabkan kematian yang sesungguhnya. Sehingga orang yang baik tetap sama sekali tak terganggu, bahkan meskipun hidupnya dalam keadaan bahaya.

Pada hari kelima belas sore, para pertapa sebagaimana biasa pergi ke pondok bodhisattva untuk mendengarkan ajarannya. Tetapi saat melihatnya, mereka sangat terkejut; tubuh Bodhisattva begitu kurus, perutnya begitu kosong dan matanya begitu sayu. Wajahnya yang berseri telah berkabut, suaranya kehilangan kekuatannya. Tetap saja, betapapun sangat kurus, ia tetap menarik bagaikan bulan sabit, berkat kebajikan, kebijaksanaan, keteguhan dan keseimbangan batinnya yang tak pernah surut.

Setelah menyampaikan hormat kepada Bodhisattva sebagaimana biasa, para saudaranya lalu bertanya kepadanya dengan cemas yang menjadi penyebab keadaannya tersebut, dan Bodhisattva memberitahu mereka tentang makanannya yang hilang. Sulit membayangkan siapakah yang tega melakukan perbuatan seperti itu, dan sedikit cemas atas penderitaan saudaranya, para pertapa membicarakan penderitaannya, mata mereka tertunduk ke tanah sedih. Akan tetapi karena kekuatan Sakka secara perlahan-lahan telah bekerja mempengaruhi pikiran mereka, ia tak dapat bertamu karena keanehannya yang tak terlihat.

Lalu salah seorang saudara, tepatnya adik dari Bodhisattva, menunjukkan kedua alat penanda dan ketidaksalahannya melalui pernyataannya demikian: “Semoga siapa pun yang mengambil ubi terataimu, Oh Sang Brahmana, memperoleh rumah yang dihiasi oleh hiasan kekayaan dan seorang istri yang menyenangkan keinginan hatinya. Semoga ia juga memiliki banyak anak serta cucu!”

Kata saudaranya yang kedua: “Semoga siapa pun yang mengambil ubi terataimu, Oh Brahmana Mulia, akan ditandai dengan keterikatan yang kuat pada kesenangan duniawi. Semoga ia mengenakan benang serta karangan bunga serta wewangian terpilih, busana terbaik serta permata; semoga ia disayangi oleh anak-anaknya yang menarik!”

Kata saudaranya yang ketiga: “Semoga siapa pun yang mengambil ubi terataimu, menjadi perumah tangga yang kaya dengan keluarga yang besar. Semoga ia menyukai kehidupan rumah tangga tanpa berpikir sesaat pun ketika ia harus meninggalkan dunia!”

Ujar saudaranya yang keempat: “Semoga orang tamak yang mengambil ubi terataimu berkuasa di seluruh bumi, dipuja oleh para pangeran yang patuh seperti budak yang membungkukkan kepalanya dengan rendah kepadanya!”

Ujar saudaranya yang kelima: “Semoga siapapun yang mengambil ubi terataimu menjadi seorang pendeta agung di istana raja! Semoga ia memiliki pengetahuan mantra ampuh dan diperlakukan dengan sangat hormat!”

Ujar saudaranya yang keenam: “Semoga orang yang lebih pantas untuk memiliki ubi terataimu dari pada kemuliaanmu, menjadi seorang guru yang termasyhur fasih dalam melafalkan Veda, menikmati puji-pujian dari para siswanya yang banyak, yang memandangnya sebagai seorang pertapa agung!”

Ucap sahabatnya: “Semoga orang yang tak mampu mengekang keinginannya pada ubi terataimu, diberikan sebuah desa yang baik oleh raja, desa yang dipenuhi oleh penduduk yang makmur yang memiliki lumbung jagung, timbunan kayu serta air, dan semoga ia meninggal tanpa pernah menaklukkan keinginannya!“

Ucap pelayan pria: “Semoga orang yang menghancurkan urusannya sendiri demi mendapatkan ubi teratai itu, menjadi seorang kepala desa. Semoga ia memiliki banyak teman, dihibur oleh banyak penari dan penyanyi wanita, semoga ia tak disakiti oleh raja!”

Ucap saudara perempuannya: “Semoga siapa pun yang mengambil ubi terataimu, menjadi seorang wanita yang kecantikannya tiada banding, dengan penampilan dan rupa tiada banding di dunia; semoga raja mengambilnya sebagai istri, dan semoga menjadikannya pemimpin di antara seribu orang selirnya!”

Ucap pelayan wanitanya: “semoga orang yang mengarahkan hatinya untuk mendapatkan ubi teratai itu daripada memperoleh Dharma, sangat menyukai makan-makanan daging yang lezat saja dan dalam kegelapan. Semoga ia mengabaikan segala kebajikan, dan bergembira di mana pun ia diberikan makanan yang bagus!”

Saat itu, tiga makhluk hidup di dalam hutan juga datang mendekat untuk mendengarkan ajaran: seorang yaksa, seekor gajah dan seekor kera. Setelah mendengar pembicaraan tersebut, ketiganya diliputi oleh keragu-raguan serta kebingungan. Sehingga yaksa menyampaikan perasaannya dalam pernyataan sopan ini:
“Semoga siapa pun yang mengecewakanmu demi mendapatkan ubi teratai itu akan menjadi anggota vihara besar. Semoga ia bertanggung jawab atas segala perbaikan kota Kakangala dan diperintahkan untuk membuat satu jendela setiap hari!”

Ujar sang gajah: “Rshi termulia, semoga orang yang mengambil ubi terataimu akan dikeluarkan dari dalam hutan yang indah ini ke tempat manusia. Semoga ia dibelenggu dengan enam ratus rantai logam keras dan menderita penyakit yang menjijikkan dan galah penunggangnya!”

Ujar sang kera: “Semoga siapa pun yang tergerak oleh kerakusannya mengambil ubi terataimu, mengenakan untaian bunga yang murah dan ban leher kecil yang ketat melingkar di lehernya! Semoga ia dipukuli dengan tongkat dan dipaksa menari di depan seekor ular! Semoga ia melewatkan hari-harinya di rumah manusia!”

Selanjutnya dengan kata-kata yang baik dan meyakinkan, Bodhisattva menunjukkan kedalaman sifat belas kasihnya: “Semoga orang yang berkata salah: “Ia telah menghilang”, meskipun ia memilikinya, memperoleh segala bentuk kesenangan dunia yang senantiasa diinginkannya, serta mati sebagai perumah tangga. Dan semoga keuntungan yang sama juga terjadi pada mereka yang menuduh yang lain melakukan perbuatan tersebut!”

Pernyataan yang sedemikian tak lazim, mengungkapkan ketidaksenangannya pada segala kesenangan duniawi, benar-benar sangat mengejutkan Sakka, Raja Para Dewa. Dalam penampilannya yang bersinar, ia menemui para pertapa dan berkata, seakan ia merasa kesal: “Engkau tak seharusnya berkata seperti itu. Setiap orang di dunia ini menginginkan kebahagiaan, beberapa orang berjuang untuk itu dengan begitu susah payah hingga mereka bahkan tidak tidur; demi memperoleh kebahagiaan, orang akan melakukan berbagai cara pengorbanan dan kerja keras. Masihkan Engkau mencela kebahagiaan itu, dengan menyebutnya ‘Kebahagiaan duniawi!’ Bagaimana bisa Engkau membuat penilaian seperti itu?”

Bodhisattva menjawab:
“Kebahagiaan indriawi akan membuat mereka menderita tiada akhir. Dengarlah, aku akan memberi tahumu tepatnya mengapa para Muni menyingkirkan keinginan. Orang akan berada dalam belenggu serta kematian, penyesalan, kelelahan, bahaya serta tiada terbilang bencana, hanya demi mendapatkan keinginannya. Untuk memperoleh apa yang mereka inginkan, raja akan dengan penuh nafsu menindas orang-orang baik, dan jatuh dari neraka ke neraka setelah kematiannya. Saat persahabatan tiba-tiba putus; ketika jalan yang salah dan ternoda dijalani demi memperoleh kemajuan; ketika nama baik hilang dan penderitaan timbul; bukankah yang demikian selalu disebabkan oleh keinginan? Kebahagiaan dunia, karena itu menghancurkan setiap orang, yang mulia, yang biasa maupun yang hina, baik dalam hidup ini maupun selanjutnya. Untuk itu, oh Dewa Sakka, demi untuk membawa kebajikan bagi dirinya sendiri, para Rshi menjaga jarak dari keinginan, sebagaimana menjauh dari ular yang marah.”

Merasa senang atas ucapan sang pertapa, Sakka menimpali: “Benar sekali!” Lalu ia mengakui bahwa dirinyalah yang telah melakukan pencurian. “Orang Mulia hanya dapat diuji melalui cobaan, karenanya kusembunyikan ubi terataimu. Betapa beruntungnya dunia di mana keagungan yang seperti ini dijalankan! Ini, ambilah ubi teratai dariku untuk menunjang kelangsungan serta kesucian perbuatanmu.”

Demikianlah, ia lalu menyerahkan ubi teratai kepada Bodhisattva. Tetapi Mahasattva, berdasarkan kemurnian hati yang telah terbebas dari kebanggaan, mencela Sakka karena sikap ketidaksopanan serta kelancangannya: “Kami bukanlah keluargamu, bukan juga sahabatmu. Kami bukanlah pemain sandiwara ataupun pelawak. Lalu apa alasanmu datang kemari, Hei Raja Para Dewa, mempermainkan para Rshi seperti ini?”

Dengan segera Sakka melepaskan perwujudan kedewataannya, antingnya yang kemilau, mahkotanya dan kalungnya yang menyala. Bersujud dengan penuh hormat, ia berkata demikian kepada Bodhisattva: “Oh Mahasattva, Engkau yang telah terbebas dari sikap mementingkan diri sendiri, mohon maafkan perbuatanku yang salah sebagaimana seorang ayah atau guru. Bukanlah hal tak biasa bagi mereka yang mata kebijaksanaannya tertutup untuk mengganggu orang lain, meskipun ia sendiri juga begitu. Mohon maafkanlah kejahatan kami, dan mohon jangan menutup hati pada kami.”

Setelah meredakan Bodhisattva, Sakka menghilang.

 Dari kisah ini orang dapat melihat bagaimana mereka yang telah belajar untuk menemukan kebahagiaan penyepian tak sesuai lagi dengan kesenangan duniawi. Mereka akan berpaling darinya seolah berpaling dari yang tidak menyenangkan serta kejahatan.

Jataka ini dijelaskan oleh Sang Bhagava demikian: “Aku telah menjadi saudara yang paling tua saat itu. Sariputta, Moggalana, Kassapa, Punna, Anuruddha dan Ananda adalah saudara-saudaraku yang lain. Uppalavana adalah saudara perempuan. Kubgottara yang menjadi pelayan perempuan. Perumah tangga Kitra adalah pelayan prianya. Satagiri adalah yaksanya, Pariliya gajah, Madhudatar keranya, Kaludayi yang menjadi Sakka pada saat itu. Simpanlah Jataka ini dalam hati.”

Kisah Gajah Putih

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA)


Suatu ketika Bodhisattva hidup sebagai seekor gajah putih yang sangat besar di suatu hutan yang luas, dimana ketiga sisinya dikelilingi oleh sebuah padang pasir. Pegunungan membatasi salah satu sisi dari hutan besar ini, dimana sebuah danau besar dipenuhi dengan berbagai jenis bunga teratai, membuatnya menjadi tempat kediaman yang menyenangkan dan menarik. Hutan ini sedikit diketahui oleh orang-orang dan suara manusia hampir tidak pernah terdengar, di bawah bayangan pepohonan yang sudah sangat tua yang dahan-dahan di bagian atas pohon telah menyatu dan membentuk ruangan hijau yang luar biasa besarnya. Di sinilah raja gajah tinggal sendiri dalam kemegahan. Makanannya adalah dedaunan dan dahan-dahan pepohonan dan minumannya adalah air dari danau teratai.

Suatu hari, ketika gajah putih mengembara mendekati perbatasan hutan menuju hutan belantara, Ia mendengar dari kejauhan suara-suara dari banyak orang, yang sepertinya berada dalam kesulitan besar. Ia mendengarkan dengan seksama dan menduga bahwa rombongan orang tersebut pasti telah tersesat di gurun pasir karena suara yang didengarnya adalah tangisan yang menyedihkan.

“Mungkin orang-orang ini tersesat di gurun pasir, atau mungkin diusir karena perintah dari seorang raja dan mereka menderita kelaparan dan kehausan, saya harus menghampiri mereka dan melihat apa yang dapat saya lakukan untuk mereka,” pikir sang gajah yang penuh welas asih. Dan dengan cepat Ia berlari ke tempat dimana suara tangisan yang menyedihkan berasal.

Karena tidak terdapat pepohonan di gurun pasir, Ia dapat melihat jarak yang sangat jauh, dan dari kejauhan Ia melihat sekumpulan orang yang sedang menangis dan merintih, yang kelihatan jelas mengalami kelaparan, kehausan dan kelelahan.

Orang-orang yang seluruhnya berjumlah sekitar tujuh ratus orang, pada awalnya ketakutan ketika mereka melihat seekor gajah putih besar berlari ke arah mereka. Tetapi karena mereka terlalu lemah untuk melarikan diri, mereka pasrah dan semua berpikir bahwa raja hutan yang sangat besar ini dengan sangat mudah akan menginjak-injak mereka sampai mati.

Ketika Bodhisattva dalam wujud gajah melihat ketakutan mereka, Ia berseru dengan suara manusia yang lembut: “Jangan merasa takut! Janganlah takut, saya tidak akan membahayakan kalian.”
Orang-orang yang menderita itu menatap gajah putih yang sangat besar dengan rasa kagum sekaligus takut. Tetapi melihat mata gajah yang penuh kebaikan dan mendengar suaranya yang lembut, rasa takut mereka menjadi berkurang.

Dengan mengangkat belalainya sebagai tanda memberi salam, sang gajah berkata kepada mereka. “Bagaimana kalian bisa sampai ke tempat terpencil ini? Apa yang membawa kalian ke sini, di tempat yang jauh dari masyarakat?” Salah satu dari orang-orang malang tersebut menjawab, “Aduh, kami telah dihalau pergi dari negeri kami oleh raja kami yang marah, dimana seribu orang diusir ke gurun pasir untuk menemui ajalnya. Tiga ratus orang di antara kami telah meninggal sehingga tinggallah kami tujuh ratus orang yang menunggu kematian di sini, karena kami terlalu lelah untuk pergi lebih jauh, serta kami kelaparan dan kehausan. Dapatkah Anda membantu kami? Dapatkah Anda menunjukkan kami arah ke tempat makan dan peristirahatan?”

Sang gajah menjawab: “Saya turut merasakan kesedihan kalian. Raja kalian pasti belum pernah diajarkan mengenai penderitaan karena kelaparan dan kematian, jika tidak, beliau tidak mungkin mengusir kalian ke padang pasir. Oh! Inilah penderitaan karena kesalahpengertian!” Sambil berucap demikian, sang gajah yang welas asih berpikir: “Bagaimana saya dapat membantu orang-orang malang yang menyedihkan ini, orang-orang kelaparan yang mengharapkan pertolongan dari saya. Bahkan jika mereka dapat menjangkau hutanku, bagaimana mereka dapat menemukan makanan yang cukup di sana? Jika saya berikan tubuhku kepada mereka, dengan dagingku mereka mungkin akan bertahan hingga mereka dapat menjangkau pegunungan, menenangkan diri dan memulai kehidupan baru. Saya akan membantu mereka dengan memberikan tubuhku, yang bagaikan sebuah rakit di lautan kesedihan!”

Sewaktu sang gajah sedang berpikir bagaimana Ia dapat membantu kerumunan orang kelaparan yang menderita ini, mereka mengangkat tangan memohonnya untuk menunjukkan tempat dimana mereka dapat menemukan perlindungan, minuman dan makanan.

Sang gajah menatap mereka dengan air mata welas asih di matanya, mengangkat belalainya dan menunjuk ke arah pegunungan sambil berkata: “Ikutilah arah yang saya tunjukkan. Kaliann akan menemukan sebuah hutan dan sebuah danau besar yang dipenuhi dengan teratai. Hilangkan dahaga kalian dan beristirahatlah. Ketika kalian sanggup melanjutkan perjalanan, kalian akan menemukan mayat seekor gajah di dekat danau di kaki gunung, yang baru saja binasa karena terjatuh dari puncak gunung. Ambillah dagingnya dan puaskanlah rasa lapar kalian, ambillah sisanya sebagai persediaan makanan dalam perjalanan dan isilah ususnya dengan air, gunakanlah usus tersebut sebagai kantong air. Dengan persediaan makanan dan minuman demikian, kalian akan dapat menjangkau lembah di belakang gunung dengan mudah, dimana kalian dapat menetap dan hidup berkecukupan dengan tersedianya makanan dan minuman yang berlimpah. Ikutilah petunjukku dan segera mulailah pencarian keselamatan kalian.”

 Setelah mengucapkan kata-kata yang menenangkan ini, sang gajah putih berlari menuju puncak gunung dari sisi yang lain. Ia telah bertekad bahwa danau teratai kesukaannya akan memberikan minuman bagi mereka yang lelah dan tubuhnya sebagai makanan bagi yang kelaparan.

 Setelah tiba di atas puncak gunung dengan tebing yang curam di hadapannya, sang gajah putih berhenti sejenak dan berpikir: “Walaupun sekarang saya tidak merealisasi Nirvana karena pengorbanan saya untuk orang-orang yang kelaparan ini, jika saya dapat membantu mereka sekarang dengan memberi makan tubuh mereka, agar di masa mendatang saya dapat menghantarkan mereka keluar dari hutan belantara Samsara.”

Dengan hati gembira, sang gajah menghempaskan dirinya ke bawah tebing. Dikatakan sewaktu terjatuh, tubuhnya bersinar bagaikan awan di musim gugur atau bagaikan bulan terbenam di balik pegunungan.
Gunung bergetar dan bumi pun berguncang. Mara, Sang Penggoda terusik dan para dewa hutan melambaikan lengan-lengan hijau ramping mereka dalam ketakjuban, menunjuk ke atas dan hujan bunga turun di atas tubuh raja para binatang yang hancur tersebut.

Gita-gita pujian dan penghormatan bergema di udara, sementara para dewa hutan mengelilingi tubuh yang terjatuh tersebut, bersujud dengan penuh hormat di hadapan makhluk yang telah memberikan nyawanya dengan suka rela.

Sementara itu, tujuh ratus orang kelaparan yang telah mengikuti petunjuk sang gajah putih, menemukan danau teratai dengan mudah. Lalu mereka menghilangkan dahaga mereka dan menyegarkan tubuh lapar mereka dengan air sejuk dan menyantap akar-akar teratai.

Setelah beristirahat sejenak, mereka pergi mencari mayat seekor gajah, seperti yang telah diberitahukan kepada mereka, dan tidak jauh dari danau, mereka melihat tubuh seekor gajah, dimana tampak jelas bahwa kematiannya terjadi hanya beberapa waktu yang lalu. Tubuh tersebut terlihat seperti gunung yang dipenuhi bunga-bunga. Lalu mereka berhenti sejenak dalam kekaguman dan beberapa dari mereka berseru: “Bukankah ini raja gajah yang menghampiri kita dan memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana keluar dari kesulitan?”
Yang lain menangis: “Oh, tentu saja kita tidak dapat memakan tubuh makhluk yang telah membebaskan kita dari penderitaan?”
Yang lain berkata: “Iya, betul, inilah gajahnya. Lihatlah kedua gading yang luar biasa, putih bagaikan salju, tetapi sekarang ditutupi debu gunung dan lihatlah belalai besar yang berbentuk seperti ujung jari yang beliau gunakan untuk menunjukkan arah yang benar kepada kita. Jadi, Ia telah mengorbankan tubuhnya untuk kita, sungguh sebuah persahabatan yang luar biasa! Sungguh welas asih yang tiada taranya!”
Sebagian berseru, “Pastinya Ia sedang menuju penyempurnaan diri! Siapakah gurunya di hutan ini? Kita tidak dapat menyantap tubuh dari makhluk yang telah mengorbankan dirinya. Kita harus mengkremasinya sebagaimana penghormatan terhadap seorang raja!”
Beberapa orang yang lebih tabah berkata, “Tetapi, Ia telah mengarahkan kita dan memberitahu kita untuk memakan tubuhnya demi membebaskan kita dari kelaparan: marilah kita ikuti petunjuknya sehingga pengorbanan tubuhnya untuk kita tidak sia-sia. Ia telah mengorbankan segalanya untuk memberi makan para tamunya. Dan jika kita tidak menerima pemberiannya maka pengorbanannya akan sia-sia.”
“Marilah kita mengikuti permintaannya dan kemudian kita kremasikan sisa tubuhnya seolah-olah Ia adalah sanak saudara kita dan memberikan penghormatan kepadanya berdasarkan cara kita sendiri.”

Lalu mereka menerima pemberian tersebut dengan menjadikan tubuh sang gajah sebagai makanan mereka, menggunakan isi perutnya sebagai kantong air. Mereka meneruskan perjalanan setelah mengkremasikan sisa tubuh gajah dengan upacara seperti layaknya untuk seorang raja.

Mereka sampai di lembah subur di belakang pegunungan dengan selamat. Sejak saat itu, mereka memuja arca sang gajah putih sebagai pembimbing dan pelindung mereka.

Di lembah Gajah Putih, kisah penyelamatan keluar padang pasir telah turun-temurun disampaikan dari ayah kepada anaknya.

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia oleh tim penerjemah Potowa Center.
Oktober 2011.

KISAH TENTANG KESABARAN

JATAKAMALA

Sikap yang senantiasa sabar dari mereka yang menjalankan kesabaran, menyebabkan tak ada yang tak sanggup untuk dialami.

Dalam salah satu kehidupannya yang lampau, Bodhisattva pada suatu ketika menjadi seorang pertapa. Ia telah melihat bahwa kehidupan rumah tangga penuh derita, dan ia juga tahu bahwa kehidupan yang demikian tidak sesuai bagi praktisi spiritual. Dikelilingi godaan, kehidupan rumah tangga mengarah ke jalan kebendaan serta kesenangan indriawi yang berujung pada hilangnya kerendahan hati, dan juga tujuan spiritual. Kehidupan seperti itu, akibat dari oleh pengaruh nafsu-nafsu pastilah membawa pada keinginan, kebencian, ketidaksabaran, kemarahan, kesombongan, kebanggaan diri dan kebencian.
Tetapi bagi orang yang menolak keduniawian, berbahagia hidup tanpa rumah dengan kedamaian dan kebebasannya dari keburukan kehidupan rumah tangga. Dengan pikiran yang demikian Mahasattva menjadi seorang pertapa yang dikenal berkat kekuatan kemauan, ketidakterikatan, keseimbangan, pengetahuan dan sila-silanya.

Karena ia senantiasa menyebarluaskan kesabaran, hidup dengan sikap sangat kuat dalam memegang sila dan ajaran Dharma; dari sudut pandang tersebut, dirinya lalu dipanggil sebagai Kshantivadin, "Yang Berpegang Pada Kesabaran". Biasanya mereka yang menunjukkan kecakapan dalam bidang seni atau mereka yang memiliki suatu tanda kekuatan fisik atau keistimewaan tertentu diberikan sebuah panggilan baru. Demikian pula halnya dengan pertapa ini, disebabkan oleh berlalunya waktu hingga hanya beberapa orang saja yang masih ingat nama aslinya. Dengan segera namanya yang asli dilupakan sepenuhnya, dimana-mana ia dikenal oleh setiap orang hanya dengan panggilan Kshantivadin. Dengan kehendaknya untuk menjadi perhiasan bagi umat manusia, dan juga dirinya, dengan kebajikan tersebut, sifat aslinya telah diwarnai oleh sikap kesabaran, membuatnya tak dapat menyakiti makhluk lain. Demikianlah ia kemudian dikenal sebagai seorang Muni. Ketenangannya yang tak tergoyahkan, kebajikannya dan ketabahannya yang besar meskipun berhadapan dengan kejahatan orang lain, berikut dengan pengajarannya yang baik, membantu menyebarluaskan ketenarannya ke segala penjuru.

Kshantivadin hidup di padang sabana di tengah hutan yang dikelilingi oleh telaga berair jernih berhiaskan bunga teratai putih dan biru. Keindahan di tempat sunyi itu, hamparan tersebut keindahannya bagaikan sebuah taman, menghasilkan bunga dan buah sepanjang tahun. Dengan kehadirannya, Mahasattva memberi tempat tersebut kesucian sebuah pertapaan, karena bagaimanapun ia membuat rumahnya, kemuliaan sebagai mahkluk agung telah membuat tempat tersebut menguntungkan, baik keindahannya maupun kesuciannya.
Mahasattva dihormati oleh para dewa hutan, juga oleh semua yang mencintai kebajikan dan menginginkan pembebasan. Makhluk-makhluk tersebut kadang-kadang mengunjunginya, bergembira pada kemuliannya, memperoleh kebajikan dari pergaulannya dengan orang suci. Ia akan mengajarkan pada mereka semua perilaku kesabaran, yang menyenangkan baik di hati maupun pikiran mereka.

Pada musim panas yang sangat menyengat, raja negeri tersebut hendak mendinginkan diri ke air jernih telaga di hutan itu. Disertai oleh para selirnya, raja berangkat menuju lokasi taman yang tenang serta sejuk tersebut, menambah keindahannya dengan lemah gemulainya para istrinya yang tak merasa malu.

Di halaman kecil di bawah anjang-anjang, di antara sebatang pohon yang tengah berbunga dengan telaga di mana bunga teratai bermekaran, sang raja bersenang-senang tanpa lelah menghabiskan waktu bersama para istrinya. Tertawa, raja melihat mereka berlari dari kejaran lebah yang tertarik bau parfumnya, karangan bunganya, dan bau harum arak. Karena raja melihatnya, sang istri, tidak tampak lelah memetiki bunga, menghiasi telinga mereka dengan kuntum bunga terbaik dan menaburi rambutnya dengan rontokan untaiannya.

Raja belum juga puas melihat keindahan yang sedang bermain. Dengan tersenyum, raja mengikuti setiap gerakan para wanita tersebut saat mereka berlari dari pohon yang satu ke pohon yang lain, mengelilingi bunga teratai maupun pohon yang tengah berbunga. Burung tekukur melengkingkan jeritannya, merak membentangkan ekornya, dengung suara binatang kepanasan, kesemuanya seperti sedang bercampur dengan tarian dan nyanyian para wanita. Ketika menggema suara panggilan tambur kerajaan, burung merak memekikkan rasa takutnya dan membentangkan ekornya yang lebar melingkar seolah seorang pemain sandiwara yang sedang melakukan persembahan kepada raja dengan cara yang penuh seni.
Setelah menikmati segala kesenangan taman hutan bersama para selirnya, setelah berolahraga yang memuaskan hatinya, sang raja, diikuti oleh perasaan mengantuk dan mabuk, berbaring di atas bantal permatanya, jatuh tertidur di bawah keteduhan hutan.

Melihat raja tertidur, karena bosan berada di tempat itu, istrinya mondar-mandir, melantunkan suara merdunya yang ditimpali oleh gemerincing suara perhiasannya. Tak dapat memenuhi kesukaannya pada hutan, ia semakin jauh, dikuasai oleh sifat liarnya.

Tidak menghiraukan keluhan para pelayan pembawa payung kerajaan yang mengikutinya, kipas kerajaan dan takhta kerajaan yang dihiasi dengan emas, wanita tersebut dengan bersemangat memetik segala bunga dan daun menarik dari setiap tumbuhan yang dapat diraihnya. Meskipun sang ratu sebenarnya sudah dihiasi dengan karangan bunga, tak ada kuntum bunga yang tertinggal, tiada pohon yang terlewatkan, tak ada bunga yang tersisa sepanjang jalan. Lama-lama, perjalanannya di hutan tersebut membawanya ke depat pertapaan Kshantivadin.

Ia merupakan seorang istri yang mengerti betul kekuatan dan kemuliaan hati sang pertapa, tapi mengingat tak ada yang menghalangi perempuan tersebut kalau-kalau raja mengganggunya. Permaisuri raja mendekati pertapa, tertarik oleh keluarbiasaan dan keindahan padang rumput, keluarbiasaan yang diperkuat oleh kekuatan spiritual sang pertapa. Larut dalam kegirangan, wanita tersebut menyusuri masuk ke dalam. Seketika ia melihat orang suci duduk bersila di bawah pohon, keagungannya sangat bercahaya dipandang, wajahnya memancarkan keseimbangan serta keagungan batinnya. Melalui praktek meditasi yang mendalam, indriawi sang pertapa telah dikalahkan dan terkendali dengan baik, bahkan ketika objek keterikatan datang mendekat. Dihiasi oleh kebaikan agung serta kebajikan tersebut, ia bagaikan penjelmaan Dharma sendiri.
Istri raja terpana oleh kecemerlangan orang yang duduk di bawah pohon, hatinya menjadi luluh. Penglihatannya pada Mahasattva cukup bagi dirinya untuk membuang kebanggaan serta keliarannya. Dengan tertegun ia duduk dengan rendah di harapan sang pertapa yang menyambut tamunya dengan cara dan kebajikan sebagaimana biasa, menjawab pertanyaannya dengan anugerah ajaran agama dan mengajarinya dengan cara di mana seorang wanita bisa memahaminya, menggunakan berbagai perumpamaan.

"Sekali kita memperoleh tubuh manusia, sekali kita lahir dengan kesadaran batin dan tubuh yang tanpa noda, jika kita lalu mengabaikan perbuatan baik setiap hari dalam hidup kita, kita benar-benar tak berguna. Bukankah kita semua menjadi objek kematian? Betapapun istimewanya kelahiran, wajah, umur, kekuatan atau kekayaan kita, kita tak akan dapat menikmati kebahagiaan dalam hidup yang akan datang hingga kita pertama-tama memurnikan diri kita melalui dana, sila dan kebajikan-kebajikan lainnya.

"Bahkan meskipun seseorang tak lahir mulia dan tak bernasib baik, dengan hanya menghindari kejahatan dan melakukan kebajikan, orang akan dapat dihampiri oleh setiap bentuk kebahagiaan, sebagaimana kekayaan laut yang memperoleh air dari sungai.

"Bagi orang yang lahir mulia, ketampanan, panjang umur dan diberkati kekuatan serta kekayaan, kebajikan adalah perhiasan yang terbaik. Sebagaimana kuntum bunga menghiasi pohon, dan sebagaimana kilat menghiasi awan hujan, seperti halnya telaga dihiasi oleh bunga padma dan kumuda, dan juga oleh lebah-lebah mabuk, demikian pula halnya makhluk hidup sempurna berkat perhiasan kebajikan. Tiada beda dengan untaian emas yang merupakan tanda bagi kekayaan.

"Keberuntungan manusia yang berbeda-beda, dalam kesehatan dan panjangnya usia, dalam kecantikannya, kekayaan dan kelahirannya dapat dibedakan ke dalam tiga golongan, hina, sedang, dan utama. Perbedaannya bukan karena pengaruh luar, bukan pula terjadi dengan sendirinya. Perbedaan yang demikian murni akibat perbuatannya sendiri yaitu karma. Mengingat bahwa hal ini merupakan hukum yang mendasari keberadaan manusia, dan mengingat lemahnya serta rapuhnya kehidupan, orang harus mengarahkan hatinya ke dalam perilaku yang benar, menghindari kejahatan. Cara yang demikian membawa pada kebahagiaan serta nama baik.

"Pikiran yang penuh kebencian adalah seperti api, membakar kebajikan sendiri serta orang lain disekitarnya. Jauhi segala perbuatan salah, kembangkan perbuatan yang dapat menjadi lawan dari perbuatan salah. Betapapun ganasnya api membakar, bila ia bertemu dengan sungai besar yang penuh dengan air tenang, ia pasti akan padam. Api yang membakar di dalam akan kehilangan kekuatannya ketika bertemu dengan ketidakterikatan pada diri sendiri.

"Berpaling dari keduniawian sungguh sangat baik. Siapapun yang mempraktikkan kesabaran akan dengan sendirinya menjauhi kejahatan serta permusuhan, karena yang menjadi penyebabnya telah dilenyapkan. Orang seperti itu akan mendorong persahabatan dimanapun dan menjadi objek penghormatan dan kecintaan. Pada akhirnya, akibat keterikatannya pada kebajikan, ia akan mencapai surga dengan mudah seolah ia berjalan ke depan pintunya sendiri.

"Bahkan, kebajikan berpaling dari keduniawian yang demikian dipandang sebagai diperoleh berkat pengembangan kebajikan tertinggi, tingkat tertinggi sifat baik. Itu adalah penyucian dosa tanpa menggunakan air, itu hanya akan menyebabkan kebahagiaan yang besar. Berpaling dari keduniawian adalah sangat menyenangkan orang yang baik, selalu mengabaikan penderitaan yang ditimbulkan oleh orang lain. Dengan berbagai macam kekayaan berpaling dari duniat tersebut juga dikenal sebagai kesabaran, menyikapinya dengan rasa kasihan, ia memberi kebajikan bagi dunia. Ia merupakan perhiasan bagi orang yang kuat, kekuatan pertapa, dijauhi oleh api kemarahan baik dalam hidup saat ini maupun selanjutnya.

"Berpaling dari keduniawian merupakan surat berwarna bagi orang baik, karena anak panah tajam yang dilepaskan lidah jahat dan mengubah senjata itu menjadi bunga pujian, untaian keagungan. Berpaling dari keduniawian adalah penakluk kebodohan (Dharma yang menguntungkan), dan jalan mudah untuk mencapai pembebasan. Barang siapa yang lalu tidak menjalankan praktik utama penolakan duniawi ini, kebajikan yang manakah yang dengan pasti membawa pada kebahagiaan?" Demikianlah ajaran Mahasattva yang diberikan untuk menghibur tamunya.

Sementara itu, raja telah bangun dari tidurnya. Kelelahannya telah pulih, tetapi matanya tetap diliputi mendung kebebalan minuman, ia marah kepada para pelayan perempuannya ketika ia melihat bantal, kemana istrinya pergi, karena ia ingin melanjutkan bersenang-senang. "Baginda", jawab mereka, "ratu telah pergi ke tempat lain untuk mereguk keindahannya."

Rindu untuk dapat melihat canda tawa, tarian liarnya dan kegenitannya, sang raja bangkit dari kasurnya. Diiringi oleh para pelayannya yang membawa payung, busana luarnya dan juga pedangnya, diikuti oleh para pelayan dari selir-selirnya membawa alat musik, ia membunyikannya di dalam hutan mencari istrinya. Dengan mudah ditelusuri, karena jejaknya bertaburkan bunga warna-warni, kuntum bunga, ranting dan kulit merah dari buah pinang yang telah dikunyahnya, tak butuh waktu lama raja segera tiba di pertapaan Kshantivadin.
Saat raja melihat sang pertapa dikelilingi oleh istri2nya, ia memandang mereka dengan kemurkaan. Selain karena sudah menjadi tabiatnya yang terbawa dari hidupnya yang lampau, juga akibat mabuknya, hasrat dan kecurigaannya, ia kehilangan aturan kepantasan dan kalah oleh sikap yang tak terkendali. Karena ia benar-benar kehilangan usaha pengekangan diri, betapapun tampak menarik serta agung wujud seseorang, menjadi lenyap sama sekali.

Butiran keringat muncul di wajahnya, tubuhnya gemetar, alisnya meninggi, matanya kemerahan, melotot, nanar dan dalam kemurkaan. Mengepal-ngepalkan tangannya, menekan-nekan cincin di jarinya, menggeser-geser gelang emasnya, ia menyerang dengan makian terhadap kesucian sang pertapa:
"Siapa bajingan yang telah menghina keagunganku ini, memandang penuh nafsu pada istriku? Penipu ini bertingkah seolah-olah seperti pengajar biasa yang menyaru sebagai orang suci!"

Terganggu oleh kata-kata tersebut, pelayannya menyahut:
"Baginda, jangan berkata demikian. Beliau adalah pertapa yang melalui pertapaan panjang penolakan duniawi dan praktik spiritual telah memurnikan egonya, beliau bernama Kshantivadin."

Sebaliknya, raja tidak memedulikan sama sekali kata-kata mereka. "Oh, sungguh bagus kata-katamu! Penipu ini telah lama menipu setiap orang, menganggap dirinya sebagai orang suci dan guru. Menjadi tugas kita untuk membuktikan kebenaran sifat jahanam yang mempraktikkan seni kebodohan dan kesucian palsu yang dengan cerdik disembunyikannya di bawah jubah tapa dan kata-kata santunnya." lalu menatap sebilah pedang miliki pengawal perempuannya, ia mendekati sang pertapa, bermaksud untuk membunuhnya seakan dia sebagai musuh jahatnya.

Istri raja, mengetahui kedatangan sang raja, bangkit dari duduknya di tanah. Bingung serta heran melihat tingkah sang raja yang begitu marah, mereka bersujud kepada Maharhsi (Panggilan kepada guru spiritual) dengan tangan beranjali, lalu pergi menyambut raja. Berdiri di hadapannya, mereka bagaikan rumpun tunas bunga teratai di musim gugur, sebagaimana cerahnya bunga yang hampir mekar.

Meskipun wujudnya sedemikian mulia, begitu ramah, begitu indah menyenangkan manusiawi, tak dapat meluruhkan hati yang telah dikuasai oleh api kemurkaan. Melihat raja meneruskan kemurkaannya terhadap sang pertapa dengan mata penuh kebencian dan senjata terangkat, ratu dengan berani dan tanpa rasa takut menghalang-halangi raja dengan maksud menyadarkannya, dengan berkata, "Baginda, mohon, jangan lakukan perbuatan tanpa alasan ini. Orang ini adalah yang mulia Kshantivadin."

Sebaliknya, batin sang raja telah penuh oleh racun, sehingga kata-kata mereka hanya membuatnya semakin kalap. Ia berpikir, "Dia telah merebut hatinya," ia memandang istrinya dengan bengis, memandang dengan marah seolah kecemburuan telah menguasai hatinya. Tak mau mendengarkan kata-kata berani dan lembut istrinya, kepalanya terguncang begitu kerasnya hingga anting maupun mahkotanya jatuh, raja berpaling dengan murka kepada pelayannya, lalu berkata dengan pandangan pada selir-selirnya, "Orang ini mengajarkan pengendalian diri, tapi lihatlah bagaimana ia melakukannya! Lihatlah sendiri betapa mudah baginya membunuh keinginan untuk berhubungan dengan wanita. Lidahnya tidak sejalan dengan perbuatannya, yang tetap ternoda oleh hatinya yang busuk. Dengan hak apa orang hina ini berdiam di hutanku, merusak sumpah agama dan mengaku sebagai orang suci?"

Dalam kemarahannya, raja menunjukkan kekerasan hatinya hingga tak dapat disadarkan lagi, sedangkan sang ratu, mengetahui telah terhapus sifat jahatnya, mengetahui kemurnian kebuasannya, dimana dipenuhi oleh kesedihan serta kegalauan. Si kasim, yang telah melihat tanda, memberi isyarat kepada para istri agar menjauh. Tertunduk malu, mereka lalu bubar, menangis berharap agar sang pertapa tidak mengalami apa-apa.

"Kitalah penyebab kemurkaan raja terhadap orang suci yang telah bebas dari ego, yang termasyhur kebajikannya. Bagaimana ini akhirnya? Raja kita, menuruti kemurkaannya pada orang baik, akan melakukan perbuatan yang tak terkatakan. Dalam waktu yang menakutkan, raja kita tak hanya akan menghancurkan orang suci akan tetapi juga para raja keturunannya, keagungannya yang sulit didapatkan, dan pikiran kita yang tiada salah."

Segera setelah harapan dan keprihatinan para wanita pergi, raja dengan geram mendekati orang suci, mengancamnya dengan pedang terhunus. Melihat Mahasattva tak terganggu dan tetap tenang, sikapnya yang senantiasa tenang, sang raja semakin beringas: "Seperti apa sebenarnya kecakapannya dalam menyaru sebagai orang suci! Melihat bagaimana ia melihatku seolah dirinya seorang Muni, meyakinkan kecongkakan palsu!"

Sebaliknya Bodhisattva, akibat praktik kesabarannya yang terus menerus, tetap tak merasa terganggu, bahkan meski dicaci maki sedemikian kerasnya. Ia seketika paham bahwa kecepatan kemarahanlah yang menggerakkan sang raja berbuat seperti ini, membuatnya meninggalkan segala nasihat da pendapat, sebaliknya bahkan kehilangan kemampuannya untuk membedakan kebajikan dan kejahatan. Dengan belas kasih di hatinya, sang pertapa hendak menenangkan raja dari tempat duduknya meredakan amarah raja dengan ucapan yang menyenangkan:

"Bertemu dengan kekurangajaran merupakan hal yang biasa di dunia ini. Seperti juga halnya keberuntungan diri, untuk apa menghiraukannya? Namun itu tidak kulakukan karena aku tidak menyambutnya, bahkan meski dengan sapaan, sambutan karena orang yang datang ke kediamanku. Namun demikian, ketahuilah, Oh Raja; Engkau terikat dengan tanggung jawab untuk memperbaiki pelaku kejahatan, dan berbuat yang adil terhadap semua makhluk. Mohon jangan berbuat ceroboh! Sadarilah dengan seksama perbuatanmu.

"Pertama pikirkan, bahwa kadang kala yang baik tampak sebagai buruk, kadang juga yang jahat tampak sebagai baik. Kebenaran tentang apa yang harus dilakukan pada saat tertentu bahkan tak disadari saat itu juga. Orang harus menelaah segala kemungkinan. Pemimpin yang melalui perenungan terhadapnya, memperoleh kepastian yang sebenarnya bagi tindakannya, lalu menjalankan rencananya dengan cara yang benar tak diragukan lagi akan membawa kebajikan pada Dharma, membawa kebajikan bagi rakyatnya dan juga membawa kebahagiaan bagi dirinya sendiri.

"Ubahlah batinmu yang terburu-buru, palingkan pikiranmu pada perbuatan yang akan dapat membawa nama baik bagimu. Menyesali perbuatan karena perasaan tinggi hati dari orang yang berkedudukan tinggi adalah menjadi sasaran bagi kritik cela. Di hutan dilindungi oleh para prajurit yang mulia, di dalam kediaman seorang pertapa, Engkau jangan membiarkan siapapun menyakiti orang saleh. Bagaimana bisa Engkau melakukan perbuatan ini pada dirimu sendiri?

"Bila para selirmu datang ke pertapaanku secara kebetulan, apa salahku sehingga membuatmu begitu murka? Bahkan jika itu sebuah kesalahan, pengendalian diri akan lebih sesuai bagi anda semua. Pengendalian diri sesungguhnya perhiasan utama bagi orang yang berkuasa, karena ia menunjukkan kepandaian dalam menjaga harta kebajikan. Tak ada perhiasan raja yang melebihi pengendalian diri, bukan anting indranila yang berkilauan dalam kecemerlangannya bukan pula intan berkilauan mahkota kerajaan.

"Singkirkan ketidaksabaran yang tak boleh dituruti, dan kembalilah pada sikap sabar yang dapat memberimu kebajikan; pertahankan pengendalian diri sepenuh hati sebagaimana Engkau memperlakukan kerajaanmu. Penghormatan yang ditujukan kepada pertapa akan mendatangkan kelahiran sebagai seorang pangeran yang penuh kebahagiaan."

Nasihat pertapa suci yang baik ini sama sekali tak ada artinya bagi raja, di mana hatinya semakin tak terkendali. Raja mengulang kembali tuduhannya: "Jika Engkau memang bukan penipu," teriaknya, "jika Engkau memang benar-benar telah menjalankan sumpah pengendalian diri, lalu untuk apa Engkau mengharapkan keselamatan dengan ajaran kepura-puraan ini?"

Bodhisattva menjawab: "Dengar, Oh Pangeran, alasan permohonanku. Aku berkata begitu yang sebenarnya tak perlu dikatakan kepadamu: 'Bahwa raja yang membunuh seorang pertapa tak berdosa, seorang brahmana.' Perbuatan seperti itu membuatmu mendapat cela tiada akhir dan benar-benar akan menghancurkan nama baikmu.

"Semua makhluk pasti akan mati. Memang demikianlah segala sesuatu, itu sudah pasti. Jika aku memperhatikan sikapku, aku hanya mengetahui hal itu, sehingga tak ada yang kutakuti. Itu semata-mata hanya demi kebajikanmu sehingga aku memuji pengendalian diri, agar Engkau tak akan menderita karena berbuat benar, yang menjadi sumber seluruh kebahagiaan. Kesabaran adalah sumber kebajikan, baju zirah dari kejahatan. Aku gembira memujinya dan mempersembahkan kepadamu suatu sarana untuk mendapatkan keselamatan."

Namun demikian, meskipun dengan kata-kata kebenaran yang begitu jelas, tetap saja tak dipedulikan oleh raja, Ucapan sang Muni, meski bagaikan bunga, tak berpengaruh pada raja. "Mari kita lihat keteguhanmu pada pengendalian diri!", cela sang raja. Lalu mengayunkan pedangnya, sekali tebas ia memotong tangan kanan Kshantivadin yang menunjuk pada raja, kelima jarinya mengacung ke atas dalam mudra pengendalian diri. Dalam sekali tebas raja telah memutus telapak tangan dari lengan, bagai memangkas bunga teratai dari tangkainya.

Saat itu juga Bodhisattva melihat masa depan pembawa pedang tersebut begitu mengerikan yang tak tertebuskan hingga membuatnya merasa kembali begitu bersedih hati, dibandingkan dengan kepedihannya sendiri. "Oh", pikirnya, "perbuatan salahnya sungguh tak dapat ditebus lagi. Ia sudah terlalu jauh dari kesanggupanku untuk menolongnya, dan telah membuat dirinya menjadi orang yang tak dapat mengambil manfaat dari ucapanku." Merasa kasihan bagaikan seorang tabib terhadap pasiennya, ia tetap berdiam diri. Sebaliknya raja tetap terus mengutarakan ancamannya:
"Hingga Engkau berhenti dari kepura-puraanmu dan berhenti dari tipu muslihat busukmu, aku akan memotong-motong tubuhmu sampai kau mati!"

Bodhisattva tidak menjawab, karena ia paham bahwa raja telah tuli pada segala rasa kemanusiaannya, dan juga terhadap segala nasihat. Satu persatu raja memotong tubuh Mahasattva. Pertama kedua telapak tangannya, lalu kedua lengannya, kemudian telinganya, hidungnya, dan telapak kakinya. Namun demikian tetap saja rasa sakit dan kemurkaan tak dapat menyentuh sang pertapa ketika pedang yang tajam mengenai tubuhnya. Dengan jelas memahami bahwa keberadaan tubuhnya yang merupakan sebuah alat pada suatu hari pasti akan musnah juga, disertai dengan praktik pengendalian dirinya yang terus-menerus memberi kekuatan kepada Sang Muni hingga tetap merasa tak terganggu. Bahkan ketika melihat bahwa anggota tubuhnya telah terlepas, ia tetap saja tak bergeming, malah dipenuhi oleh perasaan sangat menyesal melihat raja telah begitu jauh jatuh dari perbuatan yang benar.

Demikianlah orang yang penuh belas kasih merasa sangat berat untuk menanggung, bukan kesakitannya sendiri, sebaliknya penderitaan orang lain.

Segera setelah melakukan perbuatan kejam tersebut, raja terserang oleh penyakit yang menyerupai demam. Dengan suara mengerang mengguncang hutan, ia lalu melarikan diri dengan cepat dari taman tersebut. Di bawah telapak kakinya bumi terbelah, kobaran api menyembul, seketika sang raja lenyap.

Para punggawa raja, bingung dan tersentak, berteriak dalam ketakutannya, menganggap bahwa bencara tersebut terjadi akibat kekuatan sang pertapa, mereka ketakutan dan khawatir kalau-kalau sang pertapa akan membakar seluruh kerajaan dalam pembalasan kemarahannya. Dengan gemetar mendekati sang pertapa, mereka bersujud kepadanya dengan tangan beranjali lalu berkata keras:

"Semoga hanya raja bodoh saja yang akan menjadi api bakar yang kau timbulkan. Pikiran buruknya sendiri yang akan membuatnya melakukan hal ini kepadamu. Mohon jangan bakar kotanya! Jangan hancurkan orang yang tak berdosa, para wanita dan anak-anak, juga orang tua, orang sakit, para suci dan orang-orang miskin! Kasihilah orang-orang baik, selamatkan istana raja dan juga kebajikan anda sendiri!"

Bodhisattva menenangkan mereka:

"Saudara, jangan merasa takut. Meski raja telah menunjukkan perbuatannya menyakiti pertapa hutan yang tak berdosa, bahkan sampai memotong tangan, kaki, telinga, serta hidungku, bagaimana mungkin orang sepertiku ingin berbuat jahat, atau bahkan sekedar memiliki pikiran seperti itu? Semoga ia panjang umur dan semoga tak ada kejahatan yang menimpanya.

"Menjadi objek bagi penderitaan, kematian dan penyakit, dikuasai oleh keinginan dan kebencian, menjadi sasaran perbuatan jahat, sungguh kasihan raja kalian. Siapakah yang membuatnya menderita? Siapakah yang marah kepadanya? Sebaliknya, biarlah perbuatan dosanya berbuah menimpaku! Bagi orang yang menginginkan kesenangan, mengalami kemalangan sungguh tak tertahankan, bahkan meskipun itu hanya sebentar. Namun demikian, aku tak mampu melindunginya. Ia telah menghancurkan kebahagiaannya sendiri. Lalu untuk apa aku membencinya?

"Setiap orang pastilah mengalami penderitaan yang disebabkan oleh kematian ataupun penyebab lainnya. Kelahiranlah yang harus dihindari. Karena bila tidak ada kelahiran, darimana penderitaan akan muncul. Kalpa demi kalpa aku telah kehilangan tubuhku yang tak berharga karena berbagai sebab. Lalu dengan tujuan apa aku harus menghentikan pengendalian diriku setelah mengingat nasib buruk orang lain? Hal itu akan menyerupai membuang permata memungut kerikil. Berdiam dalam hutan, terikat pada ikrar penolakan duniawiku, mengajarkan sikap pemaaf, menjadi objek kematian, bagaimana bisa aku berkeinginan untuk membalasnya? Jangan takut kepadaku, pergilah dengan tenang."

Dan demikianlah, keteguhannya tak tergoyahkan dalam berpegang pada sikap kesabaran, Muni yang termasyhur ini menerima mereka yang menghadapnya sebagai siswa. Ia lalu meninggalkan tempat kediamannya, kemudian pergi ke alam surga.

Menggunakan kisah ini, dengan menjadikan Sang Muni sebagai teladan, orang dapat memperlihatkan sikap kesabarannya. Dengan menggunakan raja sebagai contoh, orang dapat menunjukkan penderitaan yang disebabkan oleh ketidaksabaran dan sikap yang gegabah. Kisah ini juga dapat diceritakan untuk menjelaskan akibat penderitaan dari kesenangan duniawi, yang dikatakan: "Dengan cara demikianlah kesenangan duniawi membawa manusia ke dalam noda kejahatan yang menyebabkannya mengalami kehancuran." Kisah ini juga dapat dikisahkan dengan objek yang menunjukkan tak dapat diandalkannya harta kekayaan.

Sumber : http://www.wihara.com/topic/48830-kshantivadin-jataka/

musim berburu beruang [humor]

Ada 2 pemburu beruang sedang duduk di kabin mereka pada uatu malam sebelum berburu. Mereka membual tentang perburuan terakhir mereka.

Pemuda penjaga kabin mendengarkan dan ikut nimbrung lalu berkata, "kalian sepertinya tampak cukup sulit menangkap beruang.."

Mereka semua tertawa dan berkata, "Sulit? Apakah kamu pikir kamu bisa menangkap satu?"

Pemuda itu berkata, "Aku bisa keluar dan memberi anda 2 ekor jika anda mau menguliti mereka, dan saya akan bertaruh $100,00."

Mereka setuju dan pemuda penjaga kabin itu pergi ke dalam hutan di kegelapan malam.

Segera ia melihat beruang besar; dia melambaikan tangannya dan mulai berteriak. Beruang besar itu mengejar si pemuda dan pemuda itu mulai berlari ke arah kabin. Ketika ia sampai di dekat kabin ia mulai berteriak-teriak, "Buka pintu!! Buka pintu!!"

Para pemburu tadi melihat ke luar dan melihat beruang mengejar anak itu. Ketika pemuda itu sudah sampai di depan pintu, ia menghindar ke samping dan beruang itu masuk ke kabin. Pemuda yang masih berada di luar itu segera menutup pintu dan mengunci, lalu berteriak,

"Oke, ini baru satu, tolong kuliti dia. Aku akan pergi keluar mencari seekor lagi.."

MAHISA-JĀTAKA

Sumber : Indonesia Tipitaka Center

[385] “Mengapa dengan sabarnya Anda,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana, tentang seekor kera yang tidak memiliki pengendalian diri.

Dikatakan bahwasanya di Sāvatthi, terdapat seekor kera di dalam sebuah keluarga. Kera ini berlari masuk ke dalam kandang gajah, naik ke atas punggung seekor gajah yang baik, membuang kotoran dan mulai berjalan naik dan turun. Gajah yang baik dan sabar itu tidak melakukan apa pun (terhadap dirinya).
Tetapi, pada suatu hari seekor gajah yang jahat berada di dalam kandang tersebut. Berpikir bahwa dia adalah gajah yang sama, kera tersebut memanjat naik ke atas punggungnya. Gajah tersebut menangkapnya dengan menggunakan belalainya, membantingnya ke tanah dan memijaknya hingga berkeping-keping.

Kejadian ini diketahui oleh perkumpulan bhikkhu Saṅgha (Sangha). Dan pada suatu hari, mereka mulai membicarakannya, “Āvuso, apakah kalian telah mendengar bagaimana kera yang tidak memiliki pengendalian diri itu salah mengira seekor gajah yang buruk sebagai gajah yang baik, dan naik ke atas punggungnya, dan bagaimana dia kehilangan nyawanya?”

Sang Guru berjalan masuk dan bertanya, “Para Bhikkhu, apa yang sedang kalian bicarakan dengan duduk di sini?” Dan ketika mereka memberitahukan kepada-Nya, Beliau berkata, “Ini bukan pertama kalinya kera yang tidak memiliki pengendalian diri itu bertingkah demikian, dia juga melakukan hal yang sama sebelumnya.”

Kemudian Beliau menceritakan kepada mereka sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta terlahir di daerah pegunungan Himalaya sebagai seekor kerbau. Dia tumbuh dewasa menjadi kerbau yang kuat dan besar, dan mengarungi banyak bukit dan gunung, puncak dan gua, serta hutan-hutan.

Suatu waktu ketika pergi, dia melihat sebuah pohon yang menarik. Setelah mencari makanannya, dia berdiri di bawah pohon tersebut. Kemudian seekor kera yang tidak memiliki pengendalian diri turun dari pohon itu ke punggungnya dan membuang kotoran, berpegangan pada satu tanduk sang kerbau, dia berayun ke bawah melalui ekornya, bermain-main untuk menyenangkan dirinya sendiri.

Bodhisatta yang penuh dengan kesabaran, cinta kasih, dan welas asih, tidak memedulikan semua perbuatan buruknya itu. Kera tersebut tetap melakukan ini secara berulang-ulang. Pada suatu hari, makhluk dewata yang hidup di dalam pohon itu, dengan berdiri pada batang pohon, bertanya kepadanya [386], “Tuan Kerbau, mengapa Anda bisa bersabar dengan perlakuan buruk dari kera jahat itu? Hentikanlah perbuatannya!” dan mengulangi dua bait berikut:

Mengapa dengan sabarnya Anda sabar
menahan setiap perlakuan buruk dari kera jahat nan egois ini?

Remukkanlah dirinya, tusuklah dirinya dengan tandukmu!
Hentikanlah dirinya, kalau tidak anak-anak pun
tidak akan menunjukkan hormat mereka.

Mendengar ini, Bodhisatta membalas, “Dewa Pohon, jika saya tidak mampu menahan diri atas perlakuan buruk kera ini tanpa harus mengecam kelahiran, keturunan, dan kekuasaannya, bagaimana mungkin keinginanku dapat terwujudkan? Kera ini akan melakukan hal yang sama kepada kerbau lainnya, dengan berpikiran bahwa kerbau itu sama dengan diriku. Di saat kerbau lain membunuhnya, saya akan terbebas dari rasa sakit dan keburukan yang berdarah.” Setelah mengatakan itu, dia mengulangi bait ketiga berikut:

Jika dia memperlakukan yang lainnya
sama dengan dia memperlakukan diriku,
maka mereka yang akan menghancurkan dirinya;
saat itulah saya akan menjadi bebas.

 Beberapa hari kemudian Bodhisatta pergi ke tempat lain, dan seekor kerbau lainnya, makhluk buas nan liar, datang dan berdiri di tempatnya. Kera jahat [387] yang berpikiran bahwa kerbau tersebut adalah kerbaunya yang lama, naik ke atas punggungnya dan melakukan hal yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Kerbau itu menggoyang-goyang dirinya sampai terjatuh ke tanah dan menusukkan tanduknya pada hati si kera, kemudian memijaknya hingga berkeping-keping di bawah kakinya.
____________________

Setelah mengakhiri uraian ini, Sang Guru memaklumkan kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Pada masa itu, kerbau yang tidak baik adalah kerbau yang tidak baik, kera yang jahat adalah makhluk yang sama, sedangkan kerbau mulia nan bajik itu adalah diri-Ku sendiri.”