Jumat, 02 April 2010

Raja Dengan Sehelai Rambut Putih

Pada zaman dahulu kala, ada orang-orang yang hidup lebih lama dari orang-orang sekarang. Mereka hidup sampai ribuan tahun. Pada waktu itu, makhluk penerangan lahir sebagai seorang bayi bernama Makhadeva. Dia hidup selama 84.000 tahun sebagai seorang anak dan putra mahkota. Dalam cerita waktu itu, dia telah menjadi raja muda selama 80.000 tahun.

Pada suatu hari, Makhadeva memberitahukan tukang pangkas istana, “Jika kamu melihat rambut putih di kepalaku, kamu harus memberitahuku dengan segera!”. Tentu, tukang pangkas itu berjanji.

4.000 tahun pun berlalu, sampai Makhadeva telah menjadi raja muda selama 84.000 tahun. Kemudian suatu hari, ketika sedang memotong rambut raja, tukang pangkas istana melihat sehelai rambut putih di kepala raja. Maka dia berkata,” Yang mulia, saya melihat sehelai rambut putih di kepala anda.” Raja itu berkata, “Kalau begitu, tarik dan letakkan ditanganku.” Tukang pangkas pun mengambil penjepit emasnya, menarik sehelai rambut putih kecil, dan meletakkan di tangan raja.

Pada waktu itu, raja masih mempunyai paling sedikit 84.000 tahun untuk hidup sebagai raja tua! Melihat sehelai rambut putih di tangannya, dia menjadi sangat takut mati. Dia merasa bagaikan kematian telah dekat dengannya, seolah-olah dia di perangkap di dalam rumah yang terbakar. Dia begitu ketakutan, keringat bercucuran di punggungnya, dan dia merasa ngeri.

Raja Makhadeva berpikir, “ Oh raja bodoh, kamu telah menghabiskan waktu hidup dan sekarang kamu dekat dengan kematian. Kamu tidak berusaha untuk menghancurkan ketamakan dan kecemburuan, untuk hidup tanpa kebencian, dan membebaskan kegelapan bathin dengan mempelajari kebenaran dan menjadi bijaksana”

Sewaktu dia berpikir tentang keadaan ini, tubuhnya menjadi panas dan keringatnya tetap bercucuran. Kemudian dia memutuskan sekali dan selamanya, “Inilah waktunya untuk turun tahta, ditahbiskan menjadi bhikkhu, dan latihan meditasi!”. Berpikiran begitu, dia memberikan pendapatan dari seluruh kota kepada tukang pangkas. Jumlahnya mencapai 100.000 per tahun.

Kemudian raja memanggil putra tertuanya dan berkata,”Putraku, saya telah melihat sehelai rambut putih. Saya telah menjadi tua. Saya telah menikmati kesenangan duniawi dengan kekayaan dan kekuasaan yang melimpah. Ketika saya mati, saya ingin dilahirkan di surga, untuk menikmati kesenangan kedewaan. Maka saya akan di
tahbiskan sebagai bhikkhu. Kamu sekarang harus mengemban tanggung jawab untuk mengepalai Negara. Saya akan menjalani kehidupan sebagai bhikkhu di hutan.”

Mendengar hal ini, Mentri-mentri kerajaan dan pejabat lainnya menemui raja dan berkata,” Yang Mulia, kenapa anda tiba-tiba ingin di tahbiskan?”

Raja menunjukkan rambut putih ditangannya dan berkata,”Mentri-mentriku dan para pejabat sekalian, saya telah menyadari bahwa rambut putih ini menunjukkan 3 tahap kehidupan – masa muda, usia pertengahan dan usia tua datang pada suatu akhir. Rambut putih pertama ini merupakan pesan kematian yang ada di kepalaku. Rambut putih seperti malaikat yang dikirim dewa kematian. Oleh karena itu, hari yang tepat ini untukku di tahbiskan.”

Orang-orang berlinangan air mata pada berita keberangkatannya. Raja Makhadeva turun tahta, pergi ke hutan, dan ditahbiskan me njadi bhikkhu. Disana dia berlatih apa yang orang suci sebut ‘4 pikiran kesurgaan’. Pertama adalah cinta kasih, kasih sayang kepada semua makhluk. Kedua adalah perasaan simpati dan kasihan kepada semua makhluk yang menderita. Ketiga adalah perasaan gembira kepada makhluk yang bergembira. Dan yang keempat adalah ketenangan bathin, walaupun menghadapi kesulitan atau masalah.

Setelah 84.000 tahun dengan usaha keras bermeditasi dan berlatih keempat pikiran kesurgaan sebagai seorang bhikkhu hutan yang rendah hati, bodhisattva itu pun meninggal. Dia dilahirkan di alam surga yang tinggi, dengan kehidupan berjuta tahun lamanya!

Pesan moral: Bahkan umur yang panjang terlalu pendek untuk disia-siakan.

Sumber : www.buddhanet.net
Buddha’s Tales for Young and Old Volume 1, Interpreted by Ven. Kurunegoda Piyatissa, Stories told by Rodd Anderson
Alih Bahasa : Meryana Lim
Editor : Lanny Kwandy

Buletin Maya Indonesia, Dharma Mangala – November 2003

Tidak ada komentar: